Thursday, November 12, 2009

Mengenal Kehendak Allah

2 Samuel 16:5-14

Mengerti kehendak Allah adalah tema besar di dalam kekristenan. Kita perlu untuk bergumul apa yang di kehendaki-Nya bukan apa yang kita mau namun apa yang Dia maulah yang kita kerjakan di dalam sukacita yang penuh. Namun tema mengenal kehendak Allah ini sering menjadi bagian yang ambigu dan tidak jelas; kita akan belajar akan pergumulan seorang anak Tuhan yang bergumul dan berani untuk berrespon di dalam iman kepada Tuhan dalam bagian kitab Samuel ini. Bagian ini mengisahkan perjalanan penghukuman Daud yang terjadi karena dosanya terhadap TUHAN dengan mengambil isteri dan membunuh Uria; TUHAN menghukum Daud dengan sangat keras. Alkitab mengisahkan Daud sebagai seorang yang begitu diperkenan oleh TUHAN namun Daud tetap bukanlah Tuhan. Ada bagian dimana dia melakukan kekejian yang begitu menyedihkan dan disini kita belajar belas kasihan Tuhan dan penghiburan bagi kita yang juga merupakan umat Allah yang sering bergumul dengan dosa. Kitab Samuel ini, mengingatkan kita akan penggenapan perjalanan sejarah penebusan TUHAN Allah sendiri. Dalam Hakim-hakim kita melihat waktu yang kelam dimana tidak ada raja dan setiap orang berbuat melakukan apa yang dipandang mereka baik sebuah masa dimana rencana TUHAN kelihatannya akan batal karena kegagalan manusia, dan dalam kitab Samuel inilah kita melihat satu per satu rencana TUHAN digenapi, rencana belas kasihan-Nya atas kita, rencana-Nya untuk menyatakan kemuliaan-Nya secara khusus dengan hadirnya raja bagi Israel. Kita harus senantiasa sadar bahwa rencana Allah akan senantiasa tergenapi, ini merupakan penghiburan di satu sisi bagi kita umat Allah yang mencintai Allah namun di sisi yang lain ini adalah teror bagi mereka yang keras hati dan menolak Dia. TUHAN berdaulat, betapapun cerdas trik yang dilakukan oleh manusia, rencana-Nya pasti akan digenapi.

Kitab Samuel merujuk kepada Daud, Daud sebagai raja yang diperkenan oleh Allah, dan kita melihat bahwa yang dipandang Allah sering kali melmpaui apa yang bisa dipandang manusia. Saul yang dikatakan tingginya melebihi semua orang yang lain, dia diangkat menjadi raja, namun sebenarnya kualifikasi raja dihadapan Allah bukanlah hal ini. Raja semestinya adalah orang yang hidupnya memperkenan TUHAN Allah. Saya ingin mengajak kita melihat bagaimana orang yang diperkenan Allah di dalam masa kritis dalam hidupnya. Kita akan membandingkan Daud dengan Saul. Daud, sang raja kini harus melarikan diri, kelelahan, dari tahtanya sendiri setelah anak lelakinya mengadakan persepakatan untuk melawan dia. Ini satu hal yang digambarkan dengan begitu mengerikan, namun satu hal yang menarik adalah bahwa Daud berkata kepada Zadok beserta orang-orang pengangkut tabut Allah itu. Pergilah bawa tabut itu ke kota; tabut melambangkan, menyignifikansikan kehadiran TUHAN Allah, Daud memerintahkan supaya tabut tersebut di bawa ke kota, dia sadar TUHAN sedang menghukum dia, dia mengerti bahwa dia sedang diusir oleh TUHAN, dan dia berharap dia akan kembali. Daud sama sekali tidak berkata tentang tahta, tentang kemewahan, Daud berkata, jika kasih karunia TUHAN ada padaku biarlah Dia ijinkan aku kembali dan melihat tabut itu kembali. Tapi jika tidak, ah TUHAN yang maha benar dan senantiasa benar, biar Dia lakukan apa yang dia pikir baik. (15:25-26). Kita melihat ketika Saul sudah jelas tahu bahwa TUHAN sudah menolak dia, dia tetap ngotot, (bukan dalam versi Yakub yang ngotot untuk mendapatkan berkat dari TUHAN) namun ngotot untuk tetap diberi muka di hadapan para tetua. Kita melihat raja yang diurapi dan diperkenan TUHAN. Daud tidak steril dari dosa, namun berbeda dari Saul yang mencari muka dari para tetua bangsa (1 Sam 15:30); Daud, ketika di dalam tekanan, hanya berharap muka TUHAN yang datang menyertainya. Inilah yang menjadi pembeda. Mari kita tanyakan pada diri kita sendiri, ketika kita sedang mengalami permasalahan, apa yang kita cari??? Kita lebih mudah untuk berpikir mengenai solusi, mencari penyelesaian, mencari akal bagaimana mengalahkan Absalom, bagaimana menyelamatkan tahta; namun di hadapan Daud itu semua hanyalah hal sekunder, yang paling menyesakkan dia adalah dia tidak akan melihat tabut Allah, yang paling diharapkan adalah suatu hari dia diijinkan lagi melihat tabut Allah. Dalam Mzm 51:4 dikatakan oleh Daud, kepada-Mulah aku berdosa, dan melakukan apa yang Kau pandang salah. Kau pandang salah, dipandang siapa itu matters bagi Daud. Kita sering berpikir bagaimana melakukan ini dan itu, apakah bisa menyengangkan dia dan dia namun kita lupa bertanya apakah yang kita lakukan ini membuat TUHAN senang, apakah TUHAN mengafirmasinya, inilah hal utama yang semestinya kita pikirkan. Inilah yang disebut sebagai spiritualitas Kristen. Spiritualitas Kristen bukanlah mengenai bagaimana cara bermeditasi, bukan mengenai cara berpuasa yang baik, bukan mengenai cara berdoa yang manjur, bukan bagaimana jiwa kita bisa lepas dari tubuh ini atau setidaknya bagaimana kita mengontrol urusan jiwa ini; spiritualitas Kristen adalah bagaimana kita hidup dihadapan Allah, kesadaran akan apakah yang kita lakukan disenangi atau tidak oleh Allah, biarlah ini menjadi renungan kita senantiasa.

Dalam perjalanan menuju pembuangan kita kembali melihat ketegangan antara Daud dan Saul (memang tema ini sering muncul dalam kitab ini). Simei seorang yang dikatakan dari kaum keluarga Saul terus mengutuki Daud, dan isi dari kutukan itupun jelas, yaitu bahwa dia menganggap bahwa Daud adalah musuh Saul, Daud yang merebut tahta dari keluarga Saul. Sesungguhnya Daud tidak pernah merebut tahta dari Saul; Daud melayani Saul dan menjadi pegawainya yang setia. Bukan karena dia terlalu mencintai Saul, bukan juga karena Saul terlalu gagah, namun sekali lagi kita melihat Daud yang menatap senantiasa wajah TUHAN, dia mengingat bahwa Saul pernah diurapi oleh Samuel, sang wakil TUHAN. Ini yang menjadi alasan mengapa Daud tidak pernah mau membunuh Saul, dia tidak mau dipandang bersalah dihadapan TUHAN dengan menjamah orang yang pernah diurapi oleh TUHAN. Namun demikian tegangan Saul - Daud dimunculkan disini oleh Simei, dalam kondisi seperti ini Daud dituntut untuk berrespon. Ini bagian pertama yang saya ajak kita untuk merenungkannya secara bersama-sama. Adakah kita bergumul untuk mengenali kehendak TUHAN, adakah kita bergumul untuk melakukan apa yang disenangi-Nya. Kita berada dalam kecenderungan ekstrim, sadar atau tidak hidup kita sudah sangat terstruktur ditujukan keppada satu titik, saya ingin mencapai goal ini, saya akan menjadi begini dan begitu, sementara begini dan begitu itu dipengaruhi oleh sangat banyak hal, lingkungan keluarga kita, teman-teman kita, sekolah dan guru kita, pergumulan-pergumulan kita. Goal-goal tersebut bisa pendek dan bisa panjang, bisa spesifik dan bisa juga umum. Kita mungkin memiliki tujuan jangka panjang, saya harus jadi orang sukses, kaya raya. Tujuan terebut tidak selalu terformulasi, namun hal tersebut sudah menjadi komitmen hati kita tanpa kita sadari. Kita tetapkan tujuan-tujuan jangka pendek, proyek ini dan proyek itu dan hal tersebut harus gol. Seorang remaja mungkin bertujuan untuk berpacaran dengan seorang gadis, pokoknya harus dengan orang ini, diapun membuat strategi jangka pendek, harus ini dan harus itu. Sebaliknya ada orang yang dalam hidupnya seolah mengalir, hari ini dan besok dan beberapa tahun kedepan ya dijalani apa adanya, que sera-sera, tujuan-tujuan mengalir begitu saja. Namun kita jarang mendongakkan kepala dan melihat kepada TUHAN lalu bertanya kepada-Nya, apa yang Engkau kehendaki ya Tuhan???

Hal berikutnya sering kita tanyakan, bagaimana saya mengerti kehendak TUHAN??? Bagaimana kalau ternyata saya salah menilai Dia??? Dalam teologi dan buku-buku Reformed, kita tidak menjumpai step-step yang mengajarkan kita untuk mengerti kehendak TUHAN dengan tepat. “17 langkah dalam mengerti kehendak Tuhan”. Itu adalah langkah bodoh dalam kita mengerti TUHAN. Kita bisa mengerti barang, HP, komputer dsb dengan manual book, namun kita tidak akan pernah bisa mengerti pribadi dengan studi-studi dan pemikiran abstraksi. Allah itu roh, Allah itu maha kuasa, Allah itu Tritunggal, itu semua kalimat abstraksi, bisa menjelaskan namun mustahil membuat kita mengenal Tuhan. Kita tidak akan mengenal Tuhan dengan membaca buku panduan mengenai Tuhan, kita hanya bisa mengenal Dia dalam hubungan personal, terlebih lagi Dia adalah Allah, Pribadi yang mengatasi kita secara mutlak. Namun pertanyaan kita belum selesai, bagaimana saya tahu apa yang Dia kehendaki??? Mzm 25:14 mengatakan bahwa TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka. Hal ini seolah sangat simpel, bagaimana kita mengetahui kehendak Allah, Dia sendiri yang akan membuat kita tahu. Apakah hal ini berarti kita benar-benar akan tahu setiap cm kehendak Allah sehingga tidak ada lagi misteri dihadapan kita??? Tentu tidak; yang menjadi kunci adalah takut akan Allah. Ini sering menjadi kata yang klise, namun ini sama sekali bukan klise dan tidak berlebihan; Daud yang menuliskkan Mazmur ini benar-benar mengalami apa yang disebut takut akan Allah, dia mengalami sendiri pimpinan TUHAN, namun hal itu tidak serta merta membuatnya mengerti secara total apa yang Allah mau. Daud pernah salah ketika dia ingin membangun bait suci, namun pada akhirnya TUHAN memberitahunya ketika Natan datang kepadanya. Yang menjadi poin disini adalah bahwa dia salah dan setelah dia menyusun rencana, berdasarkan hati yang mencintai TUHAN maka dia baru tahu kalau dia salah. Ketika kita ingin benar-benar mengenal kehendak Tuhan kita memang dituntut untuk berani melangkah meski kita tidak mengetahui secara jelas apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Dia. Kita memang manusia yang diijinkan oleh Tuhan untuk bergumul, selain itu kita akan menjadi robot atau batu. Kita ingin Tuhan memberikan segala sesuatu jelas, namun sebenarnya justru dengan ini kita menyangkali natur keberadaan kita sebagai manusia yang memang diijinkan Tuhan untuk bergumul. Kita tidak pernah tahu apa yang akan Tuhan perbuat secara spesifik, namun kita diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk menantikan dan terpesona akan apa yang diperbuat-Nya dikemudian hari. Bergumul mengenai apa yang Tuhan mau kerjakan di kemudian hari (God's decretive will) bukanlah bagian kita; kita tidak perlu bertanya apa yang Tuhan mau kerjakan terhadap orang ini, atau bahkan terhadap saya. Kita diijinkan Tuhan untuk terus bergumul, dan dalam pergumulan-pergumulan tersebut kita tetap harus berrespon dan mengambil keputusan. Kita tidak tahu kedepan akan mengarah kemana, itu adalah aspek misteri dan sebenarnya bukan bagian kita untuk menggumulkan aspek itu. Yang diijinkan Tuhan untuk menjadi aspek pergumulan kita adalah, apa yang saya bisa berikan saat ini seturut dengan apa yang ada sekarang (God's moral will). Berdasarkan kitab suci kita berpikir apakah ini baik, apakah ini akan menyenangkanTuhan, dan dalam keterbatasan kita dituntut untuk berani memutuskan dalam segala cinta kita kepada TUHAN. Pdt Billy mengutip Agustinus berkata kepada saya: love your God and do what you want. Inilah bagian kita, mencintai Tuhan dan memutuskan berdasarkan cinta ita kepada-Nya. Mungkin kita salah, namun justru kalau kita sadar Tuhan berdaulat kita percaya bahwa Tuhan yang akan menuntun kita senantiasa.

Yang diketahui oleh Daud adalah bahwa dia berdosa, dia dihukum TUHAN dan TUHAN mau membuang dia. Ketika Simei mengutuki ia dia melihat realita tersebut sebagai penghukuman dari TUHAN. Dia menolak usul Abisai untuk memenggal Simei, dia berkata bila TUHAN yang mengutuk siapa yang akan menghentikan-Nya. Kita mungkin bisa dengan mudah berkata bahwa kita harus menyenangkan TUHAN lebih dari menyenangkan orang lain. Namun dalam kondisi ini, Daud berkata bahwa dia melihat wajah TUHAN lebih dari wajah dirinya sendiri, bahkan dalam penghukuman Daud melihat hal ini. TUHAN selalu benar, dan celakanya dia sedang dalam posisi salah saat ini, jika demikian, biarlah hukuman TUHAN itu jatuh padaku. Dalam Mzm 51 yang tadi kita baca, selain kita melihat bahwa pergumulan Daud adalah pergumulan dihadapan Allah, dia juga bergumul untuk nama TUHAN ditegakkan. Biarlah Dia ternyata benar ketika Dia menghukum saya. Beranikah kita berkata demikian. Secara konsisten, Daud memihak Allah, dan ketika dia mendapati dirinya sendiri sedang berada di pihak musuh Allah, Dia seolah berkata biarlah Allah terus ditinggikan, biarlah saya musnah. Biasanya Daud berada di pihak yang ditekan, namun dia meminta pembenaran TUHAN, dia ditekan bukan karena bersalah, dia meminta pembenaran TUHAN, namun kini ketika dia sendiri bersalah, dia tetap meminta TUHAN dibesarkan dan pada gilirannya biarlah dia yang terkena tulah. Dalam bentuk positif kita melihat hal ini dalam Kristus Yesus Tuhan kita, ketika Petrus menarik Dia untuk tidak dianiaya, Kristus Yesus menghardiknya, Kristus melihat bahwa apa yang dipikirkan Allah, kehendak Allah harus diutamakan. Dalam pergumulan melihat wajah TUHAN ini Daud mengalami kesalahan, sebuah kesalahan yang juga terlahir dari cinta TUHAN. Daud melihat bahwa TUHAN tidak boleh ditentang, meskipun saat itu terlihat TUHAN sedang menekan dirinya. Ternyata Daud salah, Simei tidak diutus oleh TUHAN, namun kesalahan ini tidak mematikan Daud. Daud sudah mengambil keputusan berdasarkan hati yang memandang kepada TUHAN (berdasarkan God's moral will), kelihatannya secara God's decretive will dia salah, Simei tidak diutus Tuhan. Namun itulah bagian kita, kita tidak tahu apa yang diputuskan Tuhan kedepan namun justru disana kita beriman kepada Tuhan. Seringkali kita bukan takut salah dihadapan Tuhan, kita hanya takut bila salah memilih kerja, salah memilih sekolah untuk anak kita jadi kurang maksimal, ujungnya kita susah mendapat kerja dan susah untuk mencetak banyak rupiah. Kembali lagi pergumulan kita hanyalah pergumulan egoistik. Ketika kita berani benar-benar memikirkan kehendak Tuhan, hal itu berarti kita berani untuk melihat apa yang dikehendaki Tuhan dalam hidup kita sehari-hari termasuk berani untuk bergumul, berpikir dan mempertimbangkan dan memutuskan didalam iman kepada Tuhan yang hidup.

Selanjutnya, dalam 1 Raja-raja 2:8-9 Daud menyuruh Salomo untuk membunuh Simei, bukan karena dendam, namun karena Daud memandang kerajaan Tuhan yang kini diwakili oleh Salomo (sebagai raja). Ketika seolah Daud salah di dalam God's decretive will, Tuhan tetap memimpin. Kita perlu untuk berani di dalam memutuskan di dalam cinta kita kepada Tuhan. Sering kali kita tidak jujur di dalam memikirkan kehendak Tuhan ini. Kita berpura-pura bergumul akan kehendak Tuhan, apa yang harus saya kerjakan mengenai memilih pasangan hidup, mengenai memilih pekerjaan, mengenai sekolah; namun kehendak Tuhan yang sudah dinyatakan dengan begitu gamblang kita tidak mau kerjakan. Banyak hal yang kita sudah mengerti kehendak-Nya, Dia menghendaki kita untuk mengasihi, untuk mengampuni, untuk belajar Firman, itu adalah kehendak Allah, kita tidak peduli akan hal tersebut karena kita anggap kecil, namun kita berkata bergumul untuk kehendak Allah. Ini tidak jujur, kehendak yang sederhana pun kita lalai, lalu kita berkata akan melakukan kehendak Allah yang besar. Mari kita jujur di hadapan Allah, benar-benar bergumul akan kehendak Allah dan berani untuk beriman pada Nya di dalam cinta kita kepada-Nya yang telah terlebih dahulu mencintai kita.

GOD be praised!!!

No comments:

Post a Comment