Thursday, September 10, 2009

Allah berkuasa (bahkan) di goa singa (sekalipun)!!!

Daniel 6

Sejarah bukanlah sekedar sekumpulan fakta mentah yang disusun sedemikian rupa untuk menyatakan rangkaian peristiwa yang kasat mata. Satu rangkaian peristiwa disusun dalam catatan tertentu untuk menyatakan sesuatu hal. Kitab Daniel ini mengungkapkan rangkaian kejadian yang bukan sekedar rangkaian peristiwa namun menyatakan sebuah realitas yang mencengangkan. Peristiwa-peristiwa yang disusun dalam kitab Daniel ini mengurung kita kepada kekaguman yang besar dan semestinya mendorong kita untuk larut dalam takut kepada Allah dan hanya kepada Allah saja. Kitab Daniel ini memberikan satu warna yang unik dalam literatur para nabi; memberi semacam siraman yang menyegarkan ditengah-tengah tanah kering. Ketika kita melihat letak kitab Daniel ini, kita melihat posisinya sebagai salah satu kitab para nabi. Kitab-kitab para nabi sebagian besar berbicara mengenai hardikan terhadap bangsa Israel (atau terhadap bangsa-bangsa lain) yang berdosa. Para nabi TUHAN memang dibangkitkan pada kondisi yang suram, ketika raja bertindak melawan TUHAN, ketika para imam berlaku fasik, ketika rakyat berbuat jahat, melupakan hukum TUHAN; pada zaman seperti inilah para nabi dibangkitkan. Dengan demikian maka berita para nabi pada umumnya adalah berita mengenai hardikan terhadap ketegar tengkukan rakyat, dan pada umumnya para nabi juga menubuatkan mengenai restorasi pasca penghukuman TUHAN. Para nabi menghardik dan menyatakan bahwa penghukuman Tuhan akan datang, sebuah berita yang terkadang terlihat tidak kontekstual. Pada zaman raja Uzia, kondisi Yehuda sedang mengalami kemakmuran, namun bangsa tersebut jahat dan membelakangi TUHAN; bangsa itu tidak peka akan kebejatan dan dosa-dosa mereka, karena itu nabi yang memberitakan kehancuran menjadi semacam lelucon bagi telinga yang tegar tengkuk. Sering kali ketika hidup kita mengalami hal yang baik, kita tidak peka terhadap dosa-dosa kita, dan kita tidak suka bila ada orang yang mengritik atau menegur kita, terlebih lagi ketika kondisi kita sedang baik-baik saja. Itulah konteks kitab para nabi, menegur bangsa yang tegar tengkuk, yang tidak mendengar hardikan, sebaliknya menebarkan ancaman maut kepada para nabi tersebut. Para nabi mengusung berita yang begitu mengerikan, berita mengenai kehancuran, mengenai dicabutnya mereka dari tanah yang dijanjikan oleh TUHAN Allah sendiri.

Kemenangan membawa suatu sensasi kepuasan tersendiri, sebaliknya kekalahan akan membawa keperihan terlebih lagi bila kekalahan tersebut terjadi di wilayah kekuasaan sendiri. Minggu lalu kita melihat satu keunikan bangsa Israel yaitu bahwa Allah Israel adalah Allah yang tinggal bersama-sama dengan mereka, dan bait suci yang dibangun pada zaman Salomo menjadi sebuah pengingat yang besar bahwa Allah tinggal bersama umat-Nya. Allah bukan dikurung di dalam bait tersebut (Salomo telah menyatakan hal tersebut di dalam doanya 2 Taw 6:18). Di dalam bait suci tersebut ada ruangan maha kudus, dan didalam ruang maha kudus tersebut diletakkan tabut Allah, disini dinyatakan bahwa Allah hadir dan tinggal bersama dengan umat-Nya. Bait tersebut berdiri di Yerusalem, pada tanah yang telah dijanjikan Allah untuk diberikan kepada umat-Nya. Konsep tanah ini sangat penting dalam pandangan Yahudi, kita bisa melihatnya bahkan hingga saat ini orang-orang Yahudi tidak berhenti berperang untuk memperebutkan “tanah”. Hal ini bukan sekedar urusan bagi wilayah, ini menyangkut penggenapan janji TUHAN. Kita mengingat bagaimana Nabot menolak untuk menjual tanahnya kepada Ahab sehingga dengan kelicikan Izebel, Nabot pun dibunuh (1 Raj 21). Dengan mengerti hal ini kita bisa mengerti betapa perihnya berita para nabi yang mengatakan bahwa mereka akan dihalau dari tanah tempat mereka tinggal, tanah yang dijanjikan sendiri oleh Allah, tempat dimana TUHAN sendiri hadir diantara mereka. Nabi-nabi berteriak dengan berbagai cara, untuk menyatakan bahwa mereka akan diseret keluar dari tanah tempat mereka tinggal. Dari tanah mereka, dari kandang mereka, mereka akan dikalahkan dan diangkut keluar. Ini sangat mengerikan dan menyakitkan. Pembuangan menjadi satu masalah yang melahirkan pertanyaan teologis yang sangat besar dalam benak orang Yahudi. Bila TUHAN adalah TUHAN semesta alam yang mengatasi segala sesuatu, dan Israel adalah umat Allah, mengapa kini kami diangkut tertawan oleh musuh, bahkan oleh orang yang tidak menyembah kepada TUHAN???

Pertanyaan ini disambut dengan sangat berani melalui jawaban lantang kitab Daniel. Kitab Daniel mengatakan bahwa bukan TUHAN yang gagal, bukan TUHAN yang kalah, selanjutnya Daniel menyatakan bahwa di tanah Babel, dikandang orang-orang yang tidak percaya kepada TUHAN, dikandang Nebukadnezar, Darius, bahkan di dalam goa singa bukan mereka yang berkuasa melainkan TUHAN semesta Alam. Ketika dalam hidup ini kita melihat bahwa situasi sangat menekan, musuh sangat kuat, kita perlu memiliki kejelian seperti Daniel yang melihat bahwa TUHAN tetap Raja yang berkuasa dan senantiasa menang. Dalam sejarah dunia yang begitu ramai dengan hingar bingar peperangan sebenarnya kisah Yehuda ditaklukkan oleh Babel hanyalan sebuah cuplikan kecil ditengah hiruk pikuk peristiwa yang lain. Bangsa berperang dan mengalahkan lainnya; pada zaman raja Zedekia, Yehuda dikalahkan oleh Nebukadnezar, itu adalah satu dari peristiwa yang lain, namun Daniel mencatat bahwa ini adalah keperkasaan TUHAN. Literatur kitab ini menjadi sebuah tarian yang gagah ditengah kondisi yang terlihat sangat kelam. Pada zaman Zedekia, Yerusalem mengalami kekelaman yang begitu dahsyat, Yerusalem dikepung dan ketika kelaparan merajalela, tembok Yerusalem dibelah dari dalam dan para tentara melarikan diri, sementara itu raja Zedekia tertangkap dan dihadapkan kepada raja Babel, anak-anak Zedekia dihabisi dihadapan mata kepalanya sendiri dan setelah kejadian memilukan tersebut berhasil direkam melalui matanya, maka mata itu dibutakan dan diapun dibelenggu serta ditawan. Setelah itu Nebuzaradan – kepala pasukan pengawal – menghancurkan Yerusalem, membakar bait suci dan rumah raja, kota itu dihanguskan dan hanya rakyatnya diangkut (1 Raj 24:18 – 25:21). Namun hal ini tidak menciutkan iman Daniel bahwa TUHAN tetap Allah yang berkuasa, bagaimana dengan kita??? Sadarkah kita bahwa kondisi yang pelik tidak semestinya menggentarkan kita, ada penyakit, ada kesulitan, ada tekanan, namun hal tersebut tidak semestinya membuat kita terkejut dan takut, sebaliknya kita harus melihat bahwa tetap TUHAN yang kuatlah yang berkuasa.

Daniel memulai provokasi pada awal kitabnya (1:1-2) dengan menyatakan bahwa bukan Nebukadnezar namun Tuhan yang menyerahkan Yoyakim ketangan Nebukadnezar. Ketika mendengar nama Nebukadnezar, kita perlu mengingat bahwa nama tersebut adalah nama yang begitu besar. Yang sangat berkuasa pada waktu itu bukan lagi Asyur, namun Babel, dan raja adi kuasa tersebut adalah Nebukadnezar. Hal tersebut tergambar dengan jelas pada mimpi yang meresahkan hatinya, yaitu bahwa kepala emas itulah dia. Nemun Daniel langsung merombak opini umum pembaca mengenai kekuatan Nebukadnezar kepada kekuatan TUHAN.Yehuda kalah bukan karena Nebukadnezar kelewat kuat namun karena Tuhan menyerahkan Yoyakim kedalam tangannya. Ketika seluruh sejarah mencatat bahwa Nebukadnezar mengalahkan Yehuda, Daniel menyatakan dengan sangat jeli bahwa itu adalah pekerjaan Tuhan. Daniel melanjutkan dengan gemetarnya lutut Nebukadnezar oleh karena mimpi yang menghantuinya. Ketika semua gambaran mengenai Nebukadnezar adalah gambaran yang dahsyat, Daniel mencantumkan gambaran Nebukadnezar yang bergetar ketakutan karena mimpi, gelisah dan terjangkit insomnia. Diapun mengumpulkan para ahli jampi, ahli sihir dan para Kasdim, membuat mereka kalang kabut dengan permintaannya untuk memberitahukan bukan sekedar arti namun isi mimpinya sendiri. Dan ketika amarahnya tidak terbendung lagi sehingga mengakibatkan rusuh di seluruh negara, maka Daniellah (yang disertai oleh TUHAN) yang memberitahukan arti mimpi tersebut. Daniel mencatat perkataan para Kasdim tersebut bahwa tidak seorangpun bahkan para dewapun tidak akan mampu untuk melakukan seperti yang diminta oleh Nebukadnezar (2:10-11), namun di sorga ada Allah yang menyingkapkan rahasia-rahasia (2:28). Cerita yang disusun oleh Daniel dilanjutkan dengan bagaimana sang raja besar harus mengakui bahwa Allah Sadrakh, Mesakh, Abednego adalah Allah yang hidup melintasi segala sesuatu, belum cukup sampai disana, kebesaran Nebukadnezar harus dilucuti hingga titik yang paling nadir hingga hidup layaknya binatang. (ps 4). Betapa raja besar ini hanyalah sekeping kotoran dihadapan Tuhan. Belsyasar yang bertingkah congkak hingga memandang remeh perkakas bait suci juga harus terhenyak ketika menyaksikan tulisan di dinding yang lagi-lagi harus Daniel yang menafsirkannya, serta dia harus menemui ajalnya pada malam itu (ps 5).

Setelah Babel lewat, maka yang memerintah adalah kerajaan Media-Persia, pada masa inilah setting Daniel 6 yang kita baca ini dikisahkan. Pada zaman raja Darius, setiap keputusan yang tertulis tidak dapat dibatalkan. Daniel - seorang politikus yang sangat dipercayai oleh Darius - sangat dibenci oleh para pejabat tinggi sebab Daniel sangat dipercayai. Inilah sikap anak Tuhan yang sejati, menjaga kemurnian hidup dan menyatakan bahwa Allah berkuasa sehingga dia pun sangat dipercayai. Dua minggu lalu kita melihat bahwa orang Kristen semestinya menjadi show case Allah mengenai bagaimana semestinya manusia hidup. Hal tersebut dijalankan oleh Daniel, dan karena hal itu dia dibenci. Pada zaman sekarang sering kali orang membenci orang Kristen bukan karena kesalehan dan integritasnya namun karena kebobrokannya, ini sungguh celaka. Para pejabat tidak mampu mendapati cacat pada diri Daniel dalam bidang pekerjaannya, karena itu dia diserang langsung pada pusat imannya. Raja menyetujui permohonan yang diajukan mereka dengan berbohong bahwa semua telah sepakat untuk menjatuhkan hukuman kepada siapapun yang memohon kepada siapapun selain kepada raja. Namun hal tersebut sama sekali tidak menggentarkan hati Daniel. Dia tetap seperti biasa berdoa menghadap Tuhan pada kamar atasnya yang menghadap ke Yerusalem. Pada zaman Darius, Yerusalem sudah dihancurkan, bait suci telah dibakar (pada zaman Babel, kini telah masuk zaman Media-Persia); namun apakah Daniel berpikir bahwa Allah telah kalah??? Tidak!!! Daniel tentu tahu bahwa bait suci telah dibakar, namun dia tetap berdoa menghadap ke Yerusalem, dia tahu bahwa Allah tidak pernah kalah. Sekali lagi, yang terpenting bukanlah kiblatnya (kita tahu bahwa bait itu sudah dibakar), namun Allah tetap hidup, dan dalam doa Salomo pada 2 Taw 7:37-38 kita mengingat bahwa ketika mereka berdosa dan dihukum Tuhan dengan diangkut tertawan ke negeri musuh, dan ketika mereka memohon menghadap ke bait tersebut maka Tuhan kiranya mendengar doa mereka. Tindakan Daniel berdoa adalah ketajaman mata iman yang menembus realita yang terlihat mata, yang melukiskan kekalahan. Tuhan tidak pernah lengser, Tuhan tidak pernah gagal, yang ada adalah kita sering gagal untuk melihat kepenguasaan Tuhan karena pandangan kita hanya sempit pada hal-hal yang terlihat mata saja. Daniel tidak bisa digetarkan oleh kengerian yang menghadang di depan matanya, bagi dia goa sianga bukanlah teror, Daniel akan merasa terteror bila dia berhenti berdoa, bila dia berhenti bersekutu dengan Allahnya. Apakah yang menjadi teror bagi kita??? Miskin, sakit, lelah??? Biarlah hal tersebut kita tertawakan, kita lecehkan, jangan biarkan hal tersebut menjadi teror bagi diri kita, namun kita takut bila kita berdosa, kita takut Allah murka, kita takut menyakiti Tuhan yang mengasihi kita, kita takut ditinggalkan oleh-Nya.

Raja Darius menjadi sedih karena orang yang paling dipercayainya kini harus dihukum mati. Dia terus mencari akal untuk membebaskan Daniel. Namun undang-undang menyatakan bahwa hukum tersebut tidak dapat dibatalkan, tidak ada yang dapat menolong Daniel, bahkan raja pun tidak sanggup menolongnya. Namun Daniel menyatakan bahwa Allah telah menolongnya. Daniel menjawab Darius yang bertanya kepadanya pada pagi harinya dengan menjawab dengan lantang bahwa Allah telah mengirimkan malaikat untuk mengatupkan mulut para singa tersebut. Kita melihat di tanah buangan, ketika semua penguasa tidak mampu bertindak, bahkan raja di tempat Daniel dibuangpun tidak mampu berbuat banyak, TUHAN tetap adalah Allah yang mengatasi segala sesuatu dan senantiasa menang. Dalam dunia ini, kekristenan ortodoks tidak mencatat data statistik yang terbanyak, kita melihat kerusakan dan kehancuran, kemerosotan moral dan sebagainya, namun hal ini tidak akan pernah menggentarkan kita, sebab di dalam dunia yang terlihat dikuasai oleh kejahatan ini, tetap yang berkuasa adalah Allah. 6:26-28 memaparkan pengakuan iman yang bersifat sangat doksologis. Darius, si orang Media itu menyatakan kemuliaan Allah, menyatakan betapa besarnya Allah. Dan hal itu diikuti dengan perintah untuk takut dan gentar hanya kepada Allahnya Daniel. Hal ini sesungguhnya menjadi templakan bagi kita. Darius mengirimkan surat perintah untuk orang takut dan gentar pada Allahnya Daniel. Sadarkah kita bahwa Allahnya Daniel adalah Allah kita juga??? Mengapa dari mulut orang kafir justru terucap pengakuan iman dan kegentaran kepada Allah kita, sementara melalui diri kita yang adalah anak-anak Tuhan justru nama Tuhan sering kali dipermalukan??? Mengapa dari mulut kita tidak terucap pengakuan iman yang jujur akan kebesaran-Nya, sementara kita hanya sering latah saja melafalkan segepok kalimat bahwa Tuhan itu mulia??? Biarlah ini menjadi tamparan keras pada jantung iman kita, dan ini mendorong kita untuk hidup mempermuliakan Allah. Dia adalah Allah yang hidup dan berkuasa, tiada yang seperti Dia, dan Dia adalah Allah kita, biarlah keberadaan diri kita senantiasa menyaksikan kemuliaan Allah saja. Amin.

GOD be praised!!!



Wednesday, September 9, 2009

Galatia 2:11-14

Larry Gonick dengan sangat hebat menggambarkan pesannya dalam “Kartun Riwayat Peradaban”. Caranya menggambar, menuturkan, memberikan sebuah gambar hidup untuk menyampaikan pesan mengenai big bang theory, untuk menyampaikan bahwa peradaban Alkitab adalah peradaban barbar, peradaban pedang dsb. sangatlah unik. Sekali lagi saya ingin menuturkan mengenai bagaimana kisah-kisah disusun sedemikian rupa untuk menyampaikan sebauh pesan yang sangat kuat, kita melihat bahwa Alkitab juga menggunakan kisah untuk dihidupi. Eugene Peterson menyatakan bahwa cerita mengundang pendengarnya untuk masuk kedalamnya, itulah cerita yang baik, cerita yang mampu mengajak kita masuk kedalam cerita tersebut. Dalam suratnya, Paulus juga menggunakan kisahnya untuk meracik tujuan utama yang harus dia sampaikan. Sekali lagi kita melihat permasalahan urgent yang menghantui jemaat Galatia adalah adanya guru-guru palsu yang memalsukan Injil. Kita telah meliaht bagaimana Paulus menyusun kisahnya untuk menyatakan bahwa apa yang diajarkannya sama sekali tidak bertentangan dengan rasul-rasul lain, bahkan mereka melakukan jabat tangan tanda bahwa mereka bersehati menyampaikan Injil - kepada Petrus untuk orang-orang bersunat dan kepada Paulus untuk orang-orang tidak bersunat.

Namun disini kita melihat bagaimana Paulus bertentangan dengan Petrus, dia menyatakan hal ini dengan terang-terangan. Disatu sisi dia telah menyatakan persatuannya dengan para orang top, para soko guru jemaat, namun disini sebagai junior dia dikatakan menegur dengan terang-terangan. Kita tidak mendapatkan akses mengenai cara menegur Paulus kepada Petrus pada waktu itu, dan kita tidak perlu mencari tahu. Saya percaya sangat aneh bila kita “memakai” bagian ini untuk menjadi senjata kita sehingga kita hobi sekali menegur orang di hadapan orang banyak, kita berpura-pura untuk menjadi Paulus, menjadi palang pintu akhir gereja Tuhan sehingga kalau kita tidak terlalu mudah menegur kita akan berdosa dan gereja akan hancur. Ini dulu sering diingatkan oleh pak Rudy, kita punya semangat untuk menegakkan kebenaran, tapi sama sekali tidak dilandasi kasih. Apa yang dinyatakan Paulus disini adalah dalam konteks. Paulus “memakai” kisah ini sekali lagi untuk menjadi tenaga bagi pemberitaan Injilnya, dia tidak sembarangan babat; Paulus adalah dia yang berkata kepada jemaat yang di Roma, kiranya kamu yang dikaruniakan Tuhan iman yang lebih kuat jangan kamu menjadi batu sandungan bagi yang lemah, kamu itu satu, makan tidak membawa keuntungan dan tidak makan tidak membawa kerugian, saya lebih baik tidak makan asal saya tidak menjadi batu sandungan bagi saudara-saudaraku. Dan Petruspun mengakui bahwa tulisan-tulisan Paulus itu adalah otoritatif (2 Ptr 3:15), menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Ini satu harmoni yang sangat luar biasa dalam gereja Tuhan. Saya menikmati ngobrol tentang Firman, saling mengasah, saling bertanya dan memperkaya, saya pernah membicarakan satu topik yang sangat pelik dalam kekristenan yang mungkin merambah pada wilayah yang “berbahaya” namun pembicaraan sedemikian itu baik di dalam saling tegur, saling membentuk, kehidupan bergereja seperti ini sangat indah. Teguran yang dialamatkan Paulus sekali lagi bukanlah teguran yang sembarangan.

Dalam kasus ini ada satu hal penting yang harus kita perhatikan, Paulus menegur bukan karena dia tidak memperhatikan persatuan gereja,sebaliknya dia menegur justru karena memperhatikan kesatuan gereja. Minggu lalu pak Tangkas berkhotbah bahwa salah satu misteri besar dalam kekristenan adalah bagaimana kita yang Kristen bukan Yahudi bisa masuk dalam perjanjian TUHAN. Ini benar-benar adalah misteri besar yang tidak gampang mereka terima. Kita mudah saja menerima ini, sejak sekolah Minggu kita sudah belajar lagu Yesus cinta s'gala bangsa, namun pembicaraan mengenai Yahudi dan non Yahudi adalah sulit pada zaman itu. Saya tidak setuju dengan kontekstualisasi yang menjadikan Yesus berkulit hitam seperti Negro, ataupun yang membuat-Nya memakai blangkon menjadi orang Jawa, karena memang Dia hadir dalam sejarah dalam konteks Yahudi. Itulah sejarah yang diberikan kepada kita, dan itulah Firman TUHAN, kita mungkin menganggap bahwa cerita-cerita Alkitab itu kita perlu saring, perlu kita buka kode-kodenya nya agar menjadi sebuah kebenaran abstrak yang bersifat universal, terlebih lagi bila kita susun secara sistematis. Namun kita lupa bahwa cerita-cerita Alkitab ituah yang diberikan kepada kita, itulah Wahyu Allah. Apakah kesulitan orang-orang Yahudi dalam memaham topik Yahudi – non Yahudi ini??? Tuhan adalah Tuhan semesta alam, namun Tuhan tersebut mengikat janji kepada orang Yahudi. Kepada Abraham dan bukan kepada anak-anak Terah yang lain, kepada Ishak dan bukan Ismail, kepada Yakub dan bukan Esau. Nah kepada keturunanYakub ini dan secara khusus melalui Yehuda keselamatan ini menunjukkan realisasinya, yaitu dalam pribadi Yesus Kristus sendiri. Mereka telah menghidupi pengalaman pahit kawin campur yang ditulis dalam banyak sekali bagian dalam Perjanjian Lama yang membuat mereka akhirnya berdosa dan dihukum Tuhan. Dalam Kej 6 kita melihat kawin campur anak-anak Allah dengan anak perempuan manusia, kita melihat kegagalan Israel menumpas orang Kanaan bahkan perkawinan dengan mereka pada akhirnya membuahkan persembahan berhala (Dalam Kel 16:34 dinyatakan peringatan ini), kita mengingat bagaimana Salomo membuka diri terhadap penyembahan berhala karena kawin campur, bahkan pasca pembuangan mereka masih memiliki masalah dengan kawin campur ini (Ezr 10:2). Dalam pengertian yang sudah mengakar kuat seperti ini maka sukar bagi mereka untuk menerima gentiles masuk kedalam hidup mereka. Mereka sudah terbiasa dengan pemisahan halal haram, suci dan profan, kudus dan bangsa lain. Itu semua dilakukan Allah dalam Perjanjian Lama untuk minimal dua hal, yang pertama adalah tindakan Allah memisahkan umat-Nya agar tidak hidup menurut adat berdosa orang-orang yang melawan Tuhan, dalam konteks inilah haram haram makanan, peraturan mengenai hidup diberikan. Sebagai orang Kristen kita harus menyadari hal ini; kita adalah orang yang berbeda dengan dunia ini. Pembedaan kita yang sebenarnya bukanlah pada ras, suku, bahasa, atau budaya, namun pembedaan yang sangat esensial, yaitu di dalam janji Abraham atau diluar janji Abraham,di dalam Kristus dan diluar Kristus.Yang kedua, (ini yang mereka sering lupakan) yaitu agar mereka menjadi imam bagi dunia, menjadi contoh bagi bangsa-bangsa dunia seperti apa manusia semestinya hidup. Itulah tujuan pengudusan diri kita, sekali lagi mari kia periksa diri kita. Benarkah kita ini hidup sebagai Kristen, tidak sama dengan dunia, dan lebih lanjut lagi menantang dunia untuk hidup seperti kita ini.

Ketika pemikiran mengenai pemilihan tersebut begitu kuat, mereka harus menerima sebuah realita bahwa ternyata bukan mereka saja yang dipilih, ternyata orang-orang nonYahudi juga dipilih;.rahasia ini tidak gampang untuk diterima, terlebih lagi dengan sakit hati yang semestinya sedikit bisa diobati bila orang-orang asing itu pada saat ini diharuskan untuk menjalankan praktek agama Yahudi, secara khusus dengan disunat. Nah pemisahan warga Yahudi dan bukan Yahudi ini ditentang oleh Paulus. Hari ini kita belum akan masuk kepada pokok Justification by faith alone, namun kita akan membahas dahulu hal ini. Di dalam kematian Kristus, partisi Yahudi dan non Yahudi ini dirobohkan, kesatuan gereja ditegkkan, inilah yang mengikat kita, yaitu karya utuh dari Tuhan Yesus bagi kita yang adalah gereja Tuhan. Gereja Tuhan harus belajar dan membiasakan diri untuk melihat sakral dan sekular bukan diidentifikasi dengan Yahudi dan non Yahudi melainkan milik Kristus dan bukan milik Kristus. Inilah pemisahannya dan kita perlu belajar, gereja Tuhan adalah satu, tidak terikat suku, bangsa, bahasa namun diikat oleh pengakuan iman dalam Kristus Yesus saja. Yang menyedihkan adalah sekarang dalam gereja ada warga kelas satu dan kelas dua, warga yang mampu dan kurang mampu, warga yang boleh sedikit mendongak dan warga yang wajib untuk sedikit menunduk; bukan warga yang organis yang hidup dan diikat oleh saling relasi antara anggota tubuh. Saya miris kalau kita lebih banyak memiliki teman akrab diluar gereja ketimbang di dalam gereja. Gereja menjadi ajang penegakan kesucian, sehingga sangat hobi untuk mematahkan buluh yang terkulai lemah dan meniup sumbu yang sudah pudar, sambil berteriak dengan angkuh, heh kamu dasar ranting yang tidak berbuah, enyahlah kamu ke neraka; sementara itu dunia diluar kita menawarkan perkumpulan yang bisa menerima kita apa adanya, teman berkumpul kita yang sangat baik sering kali bukan Kristen. Semangat ini ditangkap oleh orang-orang yang mengadakan Pria Sejati dan Wanita bijak, mereka berani mengaku dosa, hidup apa adanya dan pada saat yang sama saling menerima; Pdt. Stephen Tong mengatakan bahwa hal ini berbahaya karena gereja kehilangan kekuatan untuk menjadi suara hati Tuhan yang menyatakan kesucian ditengah-tengah dunia ini. Hardikan Paulus bukan untuk memecahkan gereja, namun justru untuk menyatakan bahwa dalam Kristus tidak ada lagi golongan sunat dan golongan non sunat, dimana secara khusus golongan sunat adalah golongan yang lebih tinggi. Mari kita sebagai gereja Tuhan menyadari hal ini, inilah Injil sukacita itu, inilah berita baik, yaitu bahwa kia adalah satu, kita semuanya tak bersunat dalam artian non Yahudi, namun kita disatukan didalam Kristus Yesus. Betapa indahnya bila kita menghidupi Injil ini, kita adalah satu, memberanikan diri kita untuk keluar dari kaleng-kaleng privasi kita, saling mengasihi dari yang sehat hingga yang lemah, tua muda, kaya miskin semuanya adalah satu tubuh.

Petrus bukan manusia yang tidak mengenal Injil, dia sedang makan dengan orang-orang yang tidak bersunat, itulah kondisi yang sedang terjadi dalam cerita Paulus, dia sangat mengerti bahwa mereka adalah satu dalam iman terhadap KristusYesus, namun ketika orang-orang golongan Yakobus datang, (orang-orang dari pusat itu datang), Petrus beringsut pergi. Saya mendapatkan kesan bahwa hal ini berlangsung pada waktu itu, bukan terjadi selama berhari-hari. Petrus yang sudah mengerti, Petrus yang gagah perkasa, satu-satunya murid Tuhan yang dengan berani memotong telinga Malkhus waktu Yesus akan ditangkap, kini beringsut pergi; meninggalkan meja pelan-pelan. Dia tidak mengatakan kepada orang-orang tak bersunat bahwa mereka harus disunat, namun disisi yang lain dia juga memilih untuk tidak berpanjang-panjang menjelaskan alasan mengapa dia berani makan bersama orang tidak bersunat kepada golongan Yakobus itu; dia mengambil langkah yang lebih aman dengan pergi saja meninggalkan meja. Satu buah langkah yang diambil ketika dia lari dari tuduhan seorang budak perempuan bahwa dia adalah murid Yesus. Tekanan pada waktu dia menyangkali Tuhan sangatlah hebat yaitu bahaya kekuatan kerajaan Romawi. Dalam kisah para rasul kita sudah melihat bahwa dia sudah bertumbuh dan menang terhadap tekanan sedemikian, dia dengan berani masuk penjara demi Injil Tuhan, namun ketika tekanan yang lain datang dia justru gagal. Tekanan yang dialami sekarang adalah dari rekan sekerjanya. Rasul yang besar ini meninggalkan meja hidangan dan pergi. Tekanan yang kuat ini membuat dia yang sangat dituakan mundur, dan akibatnya orang-orang yang lebih muda dari dia pun mengikuti. Bahkan Barnabas, orang yang bersama dengan Paulus menginjili orang-orang tak bersunat turut berlaku munafik dengan mengundurkan diri. Ternyata peer pressure bisa sangat menekan. Saya percaya dalam hidup kita ada banyak bentuk tantangan yang menghadang kita untuk dengan anggun dan berani menyatakan iman kita, ada banyak hal yang membuat kita mengepit ekor kita, entah itu tekanan fisik, tekanan mental dari kawan kita dsb. dan hal yang berbahaya adalah bahwa ketika dia yang dianggap sebagai orang yang dituakan melakukan hal itu maka yang muda-muda pun ikut. Ketika Tuhan Yesus berhadapan dengan perempuan yang tertangkap berzinah, dan orang yang mau melempar batu dari yang paling tua mengundurkan diri, maka yang muda menjadi ikut. Hati-hati dengan kita, kita adalah orang yang harus menjadi contoh dan teladan, hal ini mestinya menjadi satu sweet burden yang menjaga hidup kita, secara khusus sebagai pembawa Injil berita baik tersebut.

Paulus menegur Petrus dengan terang terangan. Jika dia seorang Yahudi kini hidup secara kafir (ia makan dengan orang yang tak bersunat), mengapa orang yang tak bersunat harus disunatkan. Petrus tidsak konsisten, di satu pihak dia makan dengan orang tak bersunat, namun tindakannya undur dari mereka menunjukkan bahwa dia tidak mau bersama dengan orang yang tak bersunat. Sekali lagi ketidak konsistenan dalam hidup bisa terjadi dalam hidup kita ketika tekanan datang menghampiri kita. Kisah ini dicatat oleh Paulus masuk kedalam suratnya sekali lagi untuk menegaskan otoritas kerasulannya. Dia memang junior dibanding Petrus, namun dia benar dan terhadap Injil Tuhan yang tidak boleh dikompromikan. Dia bersikap tegas sehingga dia harus menegur. Otoritas berita nya bukan berasal dari dirinya sendri, namun dari Tuhan yang mengutusnya; inilah yang menguatkan kita. Kalau bergantung pada diri kita sendiri, kita tidak bisa memberitakan Injil, atau Injil kita hanya laku untuk orang-orang yang sekarat dirumah sakit; namun Paulus punya keyakinan yang besar akan beritanya yang dari Tuhan sehingga dia tidak sedikitpun ragu bahkan untuk menegur Petrus (sang sokoguru). Semestinya kita berani untuk menghidupi amaran Injil Paulus ini, berita bahagia ini, kelepasan manusia dari dosa ini, yang kita peroleh melalui iman di dalam Kristus Yesus Tuhan kita, bukan dengan menjadikan kita Yahudi. Kiranya nama Allah dipermuliakan sampai selama-lamanya.


GOD be praised!!!