Sunday, August 2, 2009

Yesus dan jati diri kita

Yohanes 1:1, 14; 2:13-22

Yohanes adalah buku penginjilan yang sangat unik. Dia memulai dengan cosmic Christ dan langsung menjabarkannya dalam histrorical Jesus yang dituturkan dalam kisah-kisahnya. Dua hal ini yang terus menjadi perdebatan pada abad-abad awal kekristenan. Gereja mula-mula kesulitan untuk menerima Allah yang bersalut daging. Kita tidak mudah menerima bahwa pernah ada waktu dimana Yesus belum bisa berjalan, di mana Dia belum bisa membalik badannya sendiri, di mana untuk kehidupan-Nya seolah-olah Dia bergantung kepada Maria, namun pada zaman kita banyak orang yang kesulitan menerima cosmic Christ, mana mungkin Dia manusia kok dianggap Allah. Namun dengan sangat luar biasa Yohanes merangkumkan keduanya. Dia memulai dengan menyatakan mengenai Firman yang kekal, yang ilahi, yang adalah hidup, yang adalah terang; tema-tema filsafat menjadi kendaraan dalam menuturkan keilahian Kristus. Namun dia langsung mengerucutkan perdebatannya sampai kepada Yesus yang menjadi manusia. Inilah keunikan Allah kita, kita memiliki cosmic Christ, dan kita memiliki historical Jesus. Kita memiliki TUHAN semesta alam, yang kepada-Nya semua mahluk harus tunduk, kita melihat Allah yang menciptakan langit dan bumi, yang menjadi awal mula dari semua bangsa, yang bukan hanya Allah Israel, namun Allah yang juga menghukum Asyur, yang meremukkan Babel, yang menghardik dan mempertobatkan Niniwe, namun Allah juga pernah berjalan-jalan di tepi danau Galilea bersama dengan mereka. Hal ini sangat kuat dalam pemikiran orang-orang Yahudi, dan hal ini sangat penting untuk kita hidupi.

Kita perlu untuk memiliki kekaguman yang dari Allah karena Allah sendiri yang menciptakan segala sesuatu, dan hal terlebih lagi bahwa itu dinyatakan kepada kita yang mana orang-orang non Kristen tidak dapat mempercayai bahwa itu adalah karya Allah, kita melihat segala sesuatu sebagai hand made dari Allah, harusnya itu sangat kuat menjadikan hidup Kristen hidup yang sangat bervitalitas. Bagi saya hidup Kristen adalah satu-satunya hidup yang layak untuk dihidupi. Apa itu bubur ayam joko??? bubur ayam Joko adalah beras yang dimasak dengan air yang banyak, dicampur dengan ayam yang sudah dicabut bulunya dan direbus lalu dicabik-cabik dagingnya dan dimasukkan kedalam sebuah mangkuk. Dengan demikian kita hanya melihat bubur ayam itu sebagai fenomena alam, namun bubur ayam itu bukan sekedar itu, bubur ayam itu adalah pemeliharaan Allah yang mengasihi kita, Allah yang hidup, yang memperhatikan kita, yang memelihara kita dengan tangan kasih yang begitu hebat. Pekerjaan kita itu seperti Allah yang mencintai kita sedang menitah kita untuk berjalan, seperti kita menggandeng anak kita waktu dia sedang belajar berjalan, tentu ada beberapa kali kita terjatuh dan sakit, namun hal itu indah, Tuhan sedang memimpin kita dalam satu stage dalam hidup. Bayangkan lebih layak mana view tersebut untuk kita hidupi ketimbang pekerjaan kita pandang sebagai ajang banting tulang untuk kita mendapatkan sesuap nasi (atau berton-ton beras). Itulah yang ada dalam bangsa Yahudi, mereka memperkatakan karya Allah yang nyata ditengah-tengah mereka hari demi hari, sesungguhnya itu adalah realita yang benar. Standar realita adalah Allah sendiri, waktu saya melihat baju ini, apakah yang akan lebih benar, atau lebih akurat, baju ini adalah secarik kain yang dipotong dan dijahit atau ini adalah selimut indah yang dipakaikan Tuhan untuk menyelimuti anak-Nya supaya tidak masuk angin dan sekalian untuk menutup kemaluannya. Orang mungkin bicara yang pertama itu objektif dan yang kedua itu subjektif (berdasarkan penafsiran saya sendiri), tapi saya berani berkata bahwa keduanya objektif dan yang pertama tidak lebih benar dari yang kedua. Yang sering menjadi masalah adalah kita sering memasukkan Tuhan dalam koper-koper privat, menguncinya rapat-rapat seolah Dia tidak nyata dalam hidup kita sehari-hari.Yang kedua tidak bisa diukur. Namun sebenarnya hal itu adalah sesat, yang tidak bisa diukur tidak harus menjadi kurang objektif, hal itu hanya membuktikan bahwa stanadar pengukur kita yang tidak lengkap. Sekali lagi cosmic Christ, TUHAN semesta alam, Allah yang menjanjikan keturunan kepada Hawa, Allah yang mengeringkan laut merah, Allah yang menyambar korban diatas mezbah Elia, juga adalah Allah yang menyatakan diri di dalam historical Jesus yang berjalan-jalan ditepi danau Galilea, juga adalah Allah yang makan ikan bakar bersama murid-murid-Nya. Bukankah ini amazing, the Word became flesh, sang Firman itu sendiri kini menjadi manusia, dan tinggal bersama-sama kita (1:14) dwell among us. Kisah ini tidak berhenti pada orang-orang Galilea, pada nelayan-nelayan itu, Injil dipenuhi janji akan penyertaan Yesus Kristus yang tidak pernah berhenti. Tuhan mengatakan bahwa Dia tidak meninggalkan kita, Dia terus menyertai kita lewat Pribadi ketiga Allah Roh Kudus, Allah terus beserta kita.

Allah beserta kita ini sebenarnya mejadi tema hidup orang-orang Ibrani, mereka memperkatakan itu, menyanyikan itu, merayakan itu. Dalam dunia modern ini kita sudah memisahkan aspek-aspek demikian dalam hidup kita sebagai tindakan-tindakan break atau sekedar ice breaker dalam padatnya hidup kita. Nyanyian itu kita anggap sebagai selingan musik di dalam hidup kita, kita bersenandung di dalam kamar mandi, setelah itu kita kembali bersitegang di dalam kantor, mengrenyitkan dahi ketika kita kembali ke dalam “dunia nyata”, kita merayakan ulang tahun kita, kita pergi makan ke restoran beberapa kali dalam setahun sebagai break dalam hidup kita, dan sayangnya, kita hanya berhenti sampai di sana. Orang-orang Ibrani merayakan dan menyanyikan kebaikan TUHAN. Mereka menyanyi berbalas balasan, kuda dan penunggangnya dilempar kedalam laut. Tradisi menyanyi ini terus dilanjutkan hingga kini, ini adalah testimoni, ini adalah kesaksian mengenai apa yang mereka alami. Mereka merayakan panen, merayakan itu mengguntingi bulu domba, mereka mereyakan paskah, mereka menuturkan dalam hidup mereka dengan sangat heboh, “eh iya lho TUHAN yang melemparkan kuda dan penunggangnya”, mereka menyanyikan apa yang mereka alami, dan terkadang membuat kesimpulan bahwasanya TUHAN baik, untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. Apa yang terjadi dengan kita??? Kita sering menyanyi dengan bohong, dibawah salib Yesus kutinggallah teduh, tetapi kita berbohong, kita tidak merasa tertekan dan lalu berhambur kebawah salibnya meminta perlindungan seperti seorang hamba yang berteriak minta belas kasihan kepada Tuan nya, atau seperti seorang anak yang memohon kepada papanya, appeal to Him. Kita hanya punya otak yang mengingat baris-baris kalimat yang mampu untuk menganalisa lagu, betapa not-notnya indah, betapa ada progresi dari satu ayat ke ayat lainnya baik, namun itu bukan lagu kita. Saya sangat kepada Fanny Crosby sebab dia menyanyi This is my story this is my song. Ini adalah lagu kita, tinggal bersama-sama dengan Allah, hidup bergaul dengan Dia. Word became flesh, cosmic Christ dan historical Jesus, keunikan Allah Abraham, Ishak dan Yakub, keunikan Allah kita, Dia adalah Allah kita, saudara dan saya, kepada kitalah Dia mengikatkan Diri. Dengan demikian masih maukah kita melacurkan diri untuk hal-hal yang lain, masih maukah kita melihat hidup ini sangat tersendiri, apakah penyakit kita sangat menakutkan dan mengentarkan kita??? Jangan, rugi kita. Bom mengagetkan kita??? Nda usah!!! Bom, penyakit, kemiskinan, dengki boleh mengingatkan kita, membawa kita pada ratapan, betapa dunia ini sangat jahat, manusia sudah kehilangan arah tidak pernah melihat Alkitab. Alkitab menulis bahwa manusia adalah gambar Allah, karena itu Dia berkata kepada Nuh bahwa siapa yang menumpahkan darah, maka darahnya akan tertumpah, namun orang-orang sekarang hanya bisa melihat manusia sebagai barang yang kompleks saja, kalau menghalangi boleh kita singkirkan. Kita mungkin meratap, namun ratapan kita tidak berhenti sampai hanya pada ratapan, sebab kita memiliki Tuhan Yesus. Tuhan Yesus (Allah yang berkuasa namun juga senantiasa menyertai) yang menang, mari kita hidupi cerita indah ini, ini adalah my story, dan saya akan lebih suka menyanyikannya this is our story sebab Dia bukan cuma Tuhanku namun Tuhan kita, Tuhan Abraham adalah Tuhan kita juga, Tuhan yang menjadi manusia itu adalah Tuan kita.

Namun apa yang terjadi dalam kisah yang kita baca tadi. Kehidupan mereka sebagai bangsa yang disertai oleh TUHAN, salah satunya dilambangkan dengan bait suci. 2 Taw 6:20 inilah original bait suci itu. Dalam bait suci tersebut tabut Allah nantinya diletakkan dan itu menjadi kiblat, bukan mengarahkan hati pada tabut itu, namun kepada Allah. Spiritualitas seperti ini banyak dipakai dalam Alkitab, memberikan sebuah perlambang lalu lambang itu memberikan signifikansi akan realita dibaliknya. Perayaan-perayaan Israel bukan hanya untuk merayakan panen namun merayakan Allah yang memelihara mereka, termasuk bait suci yang dibangun Salomo, ditujukan sebagai kiblat, bukan karena Allah memang hanya ada dalam bait itu (dalam ay 18 dikatakannya bahwa langitpun tidak akan sanggup untuk memuat Allah), karena itu kiblat jangan disakralkan, poin ini juga muncul pada peringatan Tuhan Yesus kepada perempuan Samaria bahwa menyembah Allah adalah di dalam roh dan kebenaran bukan sekedar masalah kiblat. Namun kiblat juga bukan nothing sekali lagi hal tersebut memberikan signfikansi keberadaan Allah yang tinggal, dwell diantara umat-Nya. Karena itulah bait suci merupakan kebanggaan umat Israel dan akhirnya menjadi kebanggaan bangsa Yahudi, kita mengingat lagu tangisan perih dalam Mzm 137 ditepi sungai-sungai Babel kami duduk sambil menangis mengingat Sion. Kepada bait suci inilah Tuhan Yesus melancarkan aksinya. Apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus adalah membersihkan bait sucinya dengan hati yang berkobar-kobar; kisah ini dicatat diawal secara unik hanya oleh Injil Yohanes. Berbeda dengan Injil-injil Sinoptik, Yohanes memakainya untuk menyatakan siapa Yesus itu sendiri. Untuk mempermudah upacara persembahan, maka hari raya merupakan rejeki bagi para pedagang, menjadi satu ajang perputaran uang yang booming pada hari-hari tertentu dalam setahun. Seperti halnya PRJ akan kebanjiran pengunjung pada beberapa minggu dan menghasilkan geliat perputaran uang yang cukup besar, bait suci juga menjadi tempat berdagang yang unik, orang-orang Yahudi berkumpul dan perlu untuk menukarkan uang, juga melakukan transaksi jual beli sapi, kambing, domba, burung dsb. Hal ini mengesalkan hati Tuhan Yesus, Dia tidak rela rumah yang semestinya mejadi kiblat orang mencari TUHAN, menjadi kebanggaan kebersamaan Allah dengan umat-Nya, kini dijadikan tempat untuk berjualan. Yohanes mencatat bahwa hal tersebut mengingatkan murid-murid-Nya akan ayat dalam Mazmur bahwa cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku. Ini adalah provokasi Yohanes yang pertama dalam bagian ini, Yohanes menggunakan Mazmur Daud ini langsung kepada Yesus Kristus sang Anak Daud, inilah cara penginjilan Yohanes yang sangat tepat menohok pada jantung pertahanan orang-orang yang masih terus bertanya dan menanti Mesias, sang Kristus. Seringkali dalam penginjilan kita mengerucutkannya hanya pada 5 kata ajaib, dosa, mati, darah Yesus, sorga; padahal orang yang kita injili tidak sedang bergumul pada masalah sorga dan neraka; lalu kita kutuk dia sebagai orang kedangingan yang hanya berpikir duniawi dsb. kita tidak sadar bahwa ketika berkata demikian kita sendiri sedang menyempitkan Injil secara Platonistis. Kita berusaha untuk seret orang ke dalam pergumulan Luther akan sorga neraka. Yohanes sangat contex sensible ketika dia berbicara, dia menyatakan Mazmur Daud, tekanan menimpa kepada Daud karena setia dan cintanya kepada TUHAN, Anak Daud yang terus dinantikan oleh orang Israel sebagai eskatologi PL, sebagai pengharapan orang-orang PL itu kini sudah datang. Orang yang mendengar pembacaan Injil Yohanes ini semestinya ditemplak dengan keras, hey ini sudah disini, kamu rindu akan Anak Daud itu, ini dia ada disini!!! Sang Mesias itu memiliki semangat yang membara terhadap Allah, bukankah ini membuat kita malu, kita membara ketika mencari uang, namun lesu untuk berdoa, untuk bersekutu, untuk belajar Firman. Pernyataan Yohanes sangat frontal, yaitu Anak Daud itu kini ada disini, ya Yesus itulah Anak Daud.

Namun reaksi yang sangat mengejutkan kita lihat pada orang-orang Yahudi. Ini ironi yang sangat besar, orang-orang Yahudi sedang akan merayakan Paskah, merayakan bagaimana Allah menebus mereka, mengalahkan musuh, dan menghapus dosa mereka, dan kini Allah sejati, Sang Penebus mereka sudah hadir ditengah-tengah mereka, namun yang terjadi adalah mereka tidak pecaya, mereka marah dan meminta tanda. Saya heran mengapa Yesus tidak mau mengirim saja malaikat dari sorga JREEENG supaya mereka semua tahu, mereka semua tutup mulut. Dia memang mau memberikan tanda itu, namun Dia tidak memberikan tanda seperti apa yang merekamau, Dia memberikan tanda yang sangat tidak bisa mereka terima. Tuhan menyuruh mereka merobohkan bait suci itu dan Dia akan membangunnya dalam 3 hari. Ini menjadi provokasi kedua dari Yohanes, yaitu bahwa bait suci tersebut adalah tubuhnya sendiri. Mengenai tanda, sering kali Tuhan memakai tanda yang tidak seperti apa yang kita mau dan hal tersebut membuat kita jengkel. Tuhan memang memberikan tanda tersebut, tanda itu adalah suffering Messiah bait suci tersebut akan mereka robohkan, Kristus Yesus akan mereka bunuh, namun Dia akan bangkit, Dia membangun-Nya dalam 3 hari, ini hal yang sangat luar biasa. Apa tandanya sehingga Dia boleh mengobrak-abrik perdagangan di sana, apa tandanya bahwa Dia memiliki hak, tandanya adalah bahwa Dialah Sang Raja dan Raja tersebut akan dimatikan. Ironi yang dibangun oleh Yohanes ini semestinya memuat kia menutup mulut kita karena ngeri, Dia, sang Imanuel akan dibunuh. Bukankah ciri, dan kebanggaan bangsa Yahudi adalah bahwa Allah beserta mereka, dan hal itu ditandakan oleh bait suci, namun ketika sang “Allah beserta kita” benar-benar ada ditengah mereka, maka mereka menyalibkan-Nya, karena Dia berani mengusik kebanggaan mereka, mengusik bait suci mereka. Ini sangat celaka, ketika Tuhan menyertai kita dan Dia memberikan satu kemujuran bagi kita, lalu kita berpegang erat pada simbol tersebut dan kita menyingkirkan Tuhan yang sejatinya adalah berkat itu sendiri yang sejati.

Yesus adalah bait itu, Yesuslah penyertaan Allah yang genap, yang mengecam kejahatan, yang zealous terhadap Allah, yah provokasi Yohanes ini juga masih berlaku bagi kita saat ini. Yang Allah adalah Yesus bukan uang, bukan kemahsyuran. Dialah kiblat, ketika orang menoleh memohon berkat, memohonkan ampunan, meminta restorasi, Yesuslah kiblat, Yesuslah bait suci tersebut. Kita melihat satu tembusan yang sangat jauh yang diutarakan oleh Paulus bahwa kita inilah, gereja Tuhanlah bait suci itu, kita inilah bait Roh Kudus, bersama-sama kitalah Dia tinggal, dan kitalah semestinya yang kini menjadi kiblat bagi orang yang mau datang kepada Tuhan. Dalam artian bahwa dunia semestinya menoleh kepada kita dan kita ini kiblat, kita bukan Allah, namun Allah beserta kita, maka semestinya kita mampu untuk menunjukkan jari kita untuk mengarahkan dunia kepada Allah yang sejati. Ah tetapi tidak, kita lebih suka untuk membunuh saja Yesus, kita bungkam saja Allah Roh Kudus yang bersama-sama kita, karena Dia sering terlalu cerwet dan berani menuduh kita, bahkan merontokkan kebanggaan-kebanggaan kita. Bagaimana kita??? Eugene Paterson menyatakan bahwa cerita itu mengundang kita untuk masuk kedalamnya, cerita itu adalah cerita kita, kita bercermin didalamnya, mari sebagai gereja TUHAN kita bukan sekedar menghidupi cerita orang-orang yang membunuh Yesus namun kita hidupi kisah kita sebagai bait, gereja TUHAN sebagai taman bersemayam Allah Roh Kudus sendiri yang dwell among us. Dimana orang yang kelelahan dan kehausan, ditekan oleh musuh dan bencana kelaparan akan mengarahkan wajah,dan melalui kitalah orang akan memuja nama TUHAN. Amin!!!

GOD be praised!!!

Jati diri kita

1 Sam 3-4:1a

Mari kita memperhatikan secara khusus ay 1. Ayat tersebut menunjukkan setting yang sangat mengerikan bagi bangsa Israel. Bangsa Israael sedang berada di bagian akhir dari masa Hakim-hakim. Masa hakim-hakim kita ketahui sebagai masa yang kelam dalam sejarah Israel, masa dimana setiap orang melakukan apa yang dianggap benar menurut benaknya sendiri. Sebelum Samuel, kitab hakim-hakim diawali dengan perang suci, dan diakhiri dengan perang saudara dimana suku Benyamin nyaris dipunahkan dalam satu genocide oleh saudaranya sendiri. Sebuah kengerian yang luar biasa besar; saya membayangkan film shooting dogs dimana suku Tutsi dan suku Hutu di Rwanda berperang saudara; kalau lihat film tersebut saya tidak bisa membedakan mana Tutsi dan mana Hutu; bahasanya sama, kulitnya sama, wajahnya mirip, mereka melakukan razia suku tersebut bersasarkan KTP. Kengerian yang luar biasa kejam. Pada akhir kitab Hakim-hakim kita melihat orang-orang Benyamin hampir dipunahkan karena kekejiannya yang begitu rupa, dan memang tidak heran karena disana dituliskan bahwa orang melakukan apa yang baik menurut apa yang dipandangnya baik. Pada waktu itu tidak ada raja di Israel. Disini kita melihat bahwa kondisi tidak ada raja bukanlah suatu kondisi ideal. Ay 1 menyatakan bahwa pada masa itu firman TUHAN jarang dan pengelihatan-pengelihatan tidak sering. Ini sangat mengerikan, bangsa Israel adalah bangsa yang dimiliki oleh TUHAN Allah sendiri, dan firman TUHAN melalui para nabi menunjukkan hubungan yang begitu dekat antara Allah dengan umat-Nya, sehingga ayat pertama pasal ketiga ini sudah langsung menggambarkan kemuraman yang sangat perih, TUHAN seolah diam dan tidak memperhatikan mereka. Kitab Samuel ini menjadi pengantar, mengawali sebuah babak baru dari rencana TUHAN Allah yang seolah sudah akan segera direvisi karena gagal. Kita akan melihat bahwa rencana Allah akan karya ciptaan-Nya satu per satu digenapi, meski kuasa dosa terlihat sangat kuat namun justru kita melihat penggenapan demi penggenapan karya Allah tersebut. Melihat hal ini kita akan dibawa pada satu realita besar yang harus kita akui, sebah realita yang menjadi wadah bagi kitab Samuel ini, yaitu panjang sabar TUHAN.

Untuk mengerti konteks panjang sabar ini sama sekali bukan hal yang simpel bagi kita. Kita sudah terbiasa melihat gambaran karikatur kita terhadap orang karismatik yang melihat Allah seperti kakek tua yang tidak bisa marah, sebuah gambaran romantis yang diresponi secara keliru oleh banyak orang sehingga membuat hidup menjadi sembarangan. Pertama, penjang sabar bukan berarti tidak pernah marah, atau melulu romantis dan berwarna soft pink. Halangan kedua adalah bahwa dalam tradisi kita, yaitu Reformed yang banyak diwarnai modernitas, kita sangat terbiasa untuk melihat wajah Allah dalam potret Calvin yang jarang tersenyum (atau bahkan tidak pernah). Kita terbiasa dengan jargon-jargon mengenai Allah yang berdaulat, maha kuasa dan membenci dosa. Ketika menginjili orang, kita sering menggunakan ilustrasi dimana 10 telur baik yang dicampur 1 telur busuk tetap adalah telur yang tidak baik, dan berdasarkan susunan logika yang dibangun seakurat mungkin menurut standar keilmuan modern maka Allah yang sempurna tidak mungkin bisa menerima kita yang sedemikian kotor ini. Menarik sekali, ini adalah gambaran yang dihidupi baik oleh Anselm maupun oleh Reformator besar, Martin Luther. Anselm dalam Cur Deus Homo, mengkritik balik orang yang mempertanyakan sifat Allah yang dianggapnya mengerikan karena hanya untuk mengampuni dosa manusia, Dia harus melakukan child abuse kepada Anak-Nya sendiri hanya untuk kepuasan-Nya. Anselm mengatakan bahwa pernyataan sedemikian adalah pernyataan yang salah, seharusnya diajukan pertanyaan mengapa perlu Allah mengampuni manusia yang berdosa. Dosa sungguh sangat serius di hadapan Allah, karena itu semestinya kita semua dibinasakan. Argumentasi seperti ini pula yang sering kita pakai. Pergumulan diri Luther yang gagal dalam mencapai kesempurnaan untuk diterima Tuhan juga sering kita angkat untuk menyatakan besarnya anugerah Tuhan. Kita sedikit terhilang dari gambaran Allah yang panjang sabar. Panjang sabar adalah suatu sifat Allah yang lain dari perspektif keadilan Allah Anselmian, bukan bertentangan namun berbeda. Hal lain yang membuat kita sulit untuk melihat sifat panjang sabar TUHAN Allah ini adalah berbagai penafsiran yang salah dari pembacaan yang sembrono dari orang-orang yang mengkritik Alkitab, serta pembelaan yang tanggung dari kaum Injili. Yang saya maksudkan adalah pemakaian kaca mata yang salah ketika kita mendekati Alkitab. Kita masih mendengar serangan klasik yang mengatakan bahwa Allah Perjanjian Lama (PL) adalah Allah yang haus darah, yang pendendam dan pembalas, koaran sembrono Dawking tersebut disuarakan kembali pada zaman postmodern ini oleh orang-orang yang trauma dengan kekerasan-kekerasan yang mewarnai rapor Modern sehingga seolah membuat kekristenan terpojok atau bahkan tidak memiliki ruang lagi selain beberapa babak yang menceritakan teladan moral. Namun semestinya hal itu sama sekali tidak menggoyahkan kita, meski kita semestinya memang memiliki pertanggung jawaban atas pengenalan kita akan Allah. Ketika kita melihat kembali secara kontekstual maka kita akan melihat betapa jauh melesetnya pernyataan tersebut dari hermeneutika yang benar. Kita sering mengatakan bahwa pertanyaan bahwa Allah membasmi bangsa asing sebagai pertanyaan yang sulit, bagi saya hal itu tidak semestinya menjadi pertanyaan yang sulit. Tindakan Allah adalah sebuah tindakan sejarah yang tidak bisa kita ekstraksikan menjadi kebenaran abstrak yang akan diterapkan dalam semua zaman, karena itu kita perlu membaca bagian tersebut sesuai dengan konteks zaman dan propaganda penulis. Dalam PL tindakan Allah membasmi bangsa-bangsa asing adalah menyatakan bahwa Allah menghendaki kemurnian hidup yang tidak dicampur baurkan dengan kerusakan moral dan religi yang sudah begitu kotor. Tindakan-tindakan penghukuman Allah selain berbicara mengenai kesucian dan keadilan-Nya juga berkata banyak mengenai pemeliharaan-Nya atas ciptaan ini.

Panjang sabar, atau lambat untuk marah adalah karakter Allah yang diperkenalkan sendiri oleh Allah kepada Musa ketika bangsa Israel baru saja dihajar dengan kematian 3000 orang karena dosanya menyembah lembu emas. Apakah ini merupakan sebuah pernyataan yang tidak kontekstual, bukankah Allah baru saja memusnahkan 3000 orang, mengapa dia menyatakan Diri-Nya sebagai Allah yang lambat untuk marah??? Ketika kita merasa perkataan Allah tidak kontekstual, kita harus mengoreksi diri. Kepada Allah yang sedemikian inilah Musa memberanikan dirinya untuk memohon agar Allah tidak meninggalkan bangsa itu untuk berjalan sendiri di padang gurun. Musa menyadari bahwa Allah adalah Allah yang penyabar, penyayang, pengasih, hal ini membuatnya bisa menaikkan doa nya di hadapan Allah, memohonkan suatu hal yang hampir tidak mungkin, yaitu penyertaan untuk bangsa yang tegar tengkuk.

Kita melihat sejarah panjang Israel sebagai bangsa budak, dan bangsa budak tersebut telah menjadi sebuah bangsa dan segera akan menjadi kerajaan, disinilah kitab Samuel ini menjadi begitu penting. Allah telah berjanji kepada Abraham untuk membuatnya menjadi bangsa yang besar, yang akan menjadi berkat. Namun apa yang terjadi, di dalam penggenapan janji TUHAN itu, yaitu ketika bangsa Israel telah bertumbuh menjadi banyak, mereka bukan menjadi imam bagi dunia untuk meyatakan kemuliaan Allah, mereka justru menjadi budak. Dalam kondisi seperti itulah mereka berteriak dan TUHAN mendengarkan mereka. Tuhan mendengarkan teriakan orang yang tertindas, seringkali dalam hidup kita TUHAN membiarkan kita untuk berada dalam keadaan yang sangat tertindas, maka jangan kita pernah ragu untuk berteriak kepada Allah. Bangsa budak tersebut didengarkan oleh Allah dan dikeluarkan dengan tangan yang teracung kuat; namun bangsa budak tersebut memberontak dan membelakangi Allah. Setting belas kasihan Allah dan pembangkangan manusia ini terus berulang, sampai masuk zaman para hakim; dimana bangsa budak tersebut telah diam di suatu tempat. Itulah sebenarnya kisah hidup kita, hidup kita diisi dengan ketidak taatan di hadapan Allah, namun Allah terus bersabar dalam menantikan kita kembali kepada-Nya.

Pada zaman Hakim-hakim, kita melihat bahwa pada umumya kondisi para hakim makin kebelakang makin merosot, dosa mereka semakin jadi, dan hal ini secara mengerikan ditutup dengan kerusakan moral bani Benyamin dan anak-anak Israel yang berlaku menurut apa yang dianggap baik menurut dirinya sendiri. Kitab Samuel dibuka dengan kisah aib, yaitu seorang yang mandul. Hal ini sudah membrikan warna kelam pada kondisi saat itu; kemandulan adalah dipandang aib pada zaman tersebut, keturunan berarti penurunan warisan dan penurunan janji kovenan. Saat ini banyak diantara kita yang sangat sembarangan dalam masalah pasangan hidup, sangat berani dalam berpacaran, tidak peduli iman. Mandul dianggap aib bukan seperti budaya China yang punya pandangan banyak anak banyak rejeki, banyak anak melambangkan kesuburan, banyak anak berati banyak pekerja dsb ataupun sebagai penerus marga sehingga di China pun mandul sering dipandang sebagai aib. Namun budaya Ibrani sungguh beda, mandul dipandang aib karena anak merupakan blessing inilah perintah yang diberikan TUHAN sebelum manusia berdosa yaitu untuk beranak cucu dan memenuhi bumi, membuat kerajaan Allah semakin luas; hal tersebut tidak berubah dalam sejarah Israel. Keturunan merupakan suksesi kovenan, perluasan Kerajaan Allah. Sangat bahaya budaya modern saat ini yang mau menikah, mau seks, tapi tidak mau anak, ide ini sangat berlawanan dengan konsep Alkitab. Namun sebaliknya juga berbahaya kalau orang mau punya anak, ingin melihat anak yang lucu, tapi sesungguhnya tidak mengerti mengapa mesti punya anak, punya anak mirip dengan insting hewani yang mana memang ada waktunya bagi manusia untuk menghasilkan keturunan. Memiliki keturunan merupakan suksesi kovenan dan oleh karena itu pada waktu itu adalah aib bila seorang perempuan tidak punya anak. Dalam konteks budaya sedemikian maka kita tidak heran bahwa seorang perempuan bisa memberikan gundiknya kepada suaminya untuk membangkitkan keturunan bagi si perempuan itu, hal ini harus kita baca sekali lagi sesuai dengan konteks zaman waktu itu. Pada zaman sekarang orang stress kalau sudah menikah belum punya anak, tapi alasannya sangat sepele yaitu takut dijadikan buah bibir orang, atau sekedar ingin menimang anak, atau ada perasaan bahwa kurang jadi wanita kalau tidak ada anak. Bagi kita yang belum punya anak, tidak usah kuatir, yang penting kita memberitakan Injil untuk mewariskan kovenan Allah. Kemandulan Hanna menjadi gambaran betapa Israel juga mandul, Israel bukan saja tidak mewariskan kovenan, menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain dengan membawa pengenalan akan TUHAN, satu-satunya Allah yang hidup, mereka justru hidup menurut kelakuan orang-orang kafir. Bukankah itu kehidupan kita, tentang kitalah kitab Samuel ini, yaitu tentang umat Allah. Kita dipanggil untuk menjadi berkat, kita dipanggil untuk menjadi bangsa imam yang menyerukan kepada dunia siapa Allah yang sebenarnya, melalui segala hal yang Tuhan percayakan untuk menjadi tanggung jawab kita, namun kita mandul. Ini adalah aib yang besar, kita bukan saja tidak menjadi suksesi kovenan, kita tidak memberitakan Allah yang asli, namun kita hidup menurut kelakuan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, dan bahkan kitalah yang membuat nama Tuhan menjadi cemar.

Berbeda dengan Goliat yang menghina TUHAN dengan nama allah-allah asing, orang-orang Filistin tidak menghina TUHAN. Setelah tabut Allah dirampas, mereka memasukkannya dalam kuil dewa Dagon mereka. Yang membuat nama TUHAN dipermalukan adalah Israel sendiri. Kitalah yang sering kali menjadi onakdalam orang mempermuliakan nama TUHAN; berapa banyak diantara kita yang melalui tindakan kita orang gemetar kepada TUHAN??? Membuat orang gentar sambil berkata: “Memang benar, ini orang Kristen, mereka memiliki Tuhan yang mengalahkan segala sesuatu”; saya percaya memang ada, hanya tidak banyak. Sebagian besar dari kita hidup biasa-biasa saja, mungkin tidak membunuh orang namun hidupnya biasa; selain setiap hari Minggu pergi ke gereja, kita tidak ada bedanya dengan orang lain. Bila teman kita tidak mengerti bahwa kita hari Minggu kegereja, kira-kira apakah mereka tahu bahwa kita ini Kristen, dan bila mereka tahu kita Kristen, apakah mereka menjadi gentar kepada Tuhan karena kita??? Orang Filistin ketakutan ketika tabut TUHAN datang kepada mereka, namun Israel yang berdosa membuat mereka terpukul kalah, dan menjungkirkan nama TUHAN. Gawat!!! Apakah TUHAN gagal??? Tidak, kitalah yang gagal. Kita harus bertobat. Ini sangat ironis, nubuat seorang abdi Allah kepada Eli sangat mengerikan, nubuat tersebut membukakan sebuah realita yang mengejutkan, si Eli, yang moyangnya dipilih TUHAN diantara suku Israel ternyata menghormati anak-anaknya lebih dari pada TUHAN, memandang loba kepada persembahan yang diberikan kepada TUHAN, dan menggemukkan diri dari bagian yang terbaik. Dosa yang sangat besar, dilakukan oleh pemimpin rohani tertinggi waktu itu. Adam, Hawa semestinya menjadi imam bagi ciptaan namun mereka gagal, Allah menjanjikan keturunan perempuan akan meremukkan kepala ular, namun keturunan perempuan tersebut justru meremukkan kepala Habel, adiknya, Tuhan masih memelihara dan memberikan Set yang akhirnya menurunkan Enos dan akhirnya Enos melahirkan Nuh. Dari Nuh ini Allah ingin memulihkan ciptaan dimana manusia berperan sebagai imam, namun manusia ingin menjadi tinggi sehingga mereka membangun menara Babel, namun Allah menyerakkan mereka. Janji Tuhan tidak gagal, Allah kemudian memilih Abraham, untuk menjadi berkat bagi semua bangsa. Sekali lagi pemilihan Abraham bukan untuk membuatnya menjadi bangsa yang eksklusif tinggal di Kanaan, Israel semestinya menjadi kerajaan Imam, menjadi showcase bagaimana manusia semestinya hidup; namun sekali lagi manusia gagal. Rangkaian kegagalan ini semestinya membuat kita semakin jelas melihat panjang sabarnya TUHAN karena Dia tidak mengalihkan rencana-Nya, Dia membangkitkan para hakim untuk memimpin kumpulan budak yang kini telah menghuni tanah Kanaan tersebut. Namun kehidupan Israel jauh dari harapan untuk menjadi imam, untuk menjadi showcase. Bukankah itu adalah kita; kita semestinya menjadi showcase bagi dunia ini, dunia yang tanpa Firman tidak tahu bagaimana semestinya manusia hidup, kita tentu mendengar bagaimana Obama bersikap sangat pro terhadap homoseks, dan celakanya banyak gereja yang mau menikahkan pasangan homoseks, kita melihat bagaimana dunia memuja seorang kulit hitam yang berhasrat untuk menjadi putih sembari menyanyikan lagu Black or White, dunia kita yang sudah kehilangan figur “manusia”. Dunia semestinya menengokkan kepala kepada kita, showcase sejati dari manusia, namun ah ternyata kita sama saja dengan dunia ini. Kita juga tidak mengerti bagaimana hidup menjadi manusia Kristen, kita tidak tahu harus menikah dengan siapa dsb.

Masa hakim-hakim gagal, namun TUHAN terus berpanjang sabar, bangsa tersebut akan dibawa menjadi suatu Kerajaan, menggenapkan kembali janji-Nya kepada Abraham. Kepada bangsa yang mandul, Allah memberikan kesuburan. Hana yang mandul diberikan karunia Allah, sekali lagi melalui teriakan perih, melalui tekanan yang diajukan lewat Penina, yang membuat Hana berteriak di bait Allah. Ketika Hana berdoa sungguh-sungguh, sekali lagi kita melihat ironi besar, Eli sang imam, sang pemimpin rohani menganggap Hana mabuk oleh anggur, menganggap Hana perempuan dursila. Sering kali dalam memberikan pertolongannya, TUHAN merelakan diri kita untuk berada dalam tekanan yang berat sekali, jangan pernah ragu untuk berteriak kepada Allah ketika tekanan sedang terjadi. Kelahiran Samuel merupakan jawaban Allah kepada Hana, bukan sekedar kepada Hana, melainkan kepada seluruh umat Israel yang mandul. Ironi besar sekali lagi terlihat, Hana, si perempuan mandul mempersembahkan anaknya menjadi nazir Allah, sementara Eli sang imam menggendutkan diri dari bagian persembahan yang terbaik, benar-benar celaka. Panggilan Samuel (1 Sam 3:1b – 4:1a) menjadi satu puncak dari struktur kiastik bagian pertama kitab Samuel ini. Betapa panjang sabarnya TUHAN, kemandulan (aib) Hanna dijawab dengan lahirnya Samuel, dan kemandulan (aib) Israel dijawab dengan panggilan TUHAN kepada Samuel.

Adapun berita pertama dari nabi Samuel adalah berita mengenai penghakiman. Jangan pernah kita bermain-main dengan Allah, ketika Dia akan memberikan sebuah restorasi, Dia membersihkan Israel yang jahat. Manusia diusir keluar dari Eden, Kain dijatuhi hukuman, air bah diberikan, bahasa dikacaukan, Kanaan ditumpas, Israel dihukum di padang gurun, keluarga Eli dihabisi; ini bukan kisah mengenai haus darah nya TUHAN, ini adalah kisah mngenai panjang sabarnya TUHAN dalam memelihara umat-Nya, untuk memberikan penggenapan janji Allah dalam membuat Israel menjadi berkat bagi semua bangsa, dan pada saat yang bersamaan ini adalah cerita mengenai kebangetannya manusia. Mari kita merenungkan bagian ini. Inilah kisah hidup manusia, inilah kisah hidup Israel, dan inilah kisah hidup kita. Kitalah gereja TUHAN yang menghidupi cerita ini. Mari kita berdoa agar ada “nabi” TUHAN dibangkitkan (bukan dalam jabatan namun dalam fungsinya); nabi dalam bidang ekonomi, nabi dalam bidang politik, nabi dalam bidang pendidikan, nabi dalam bidang medis, nabi dalam gereja; nabi yang berteriak dan menegur dosa manusia, dan kita siap untuk berkata, ini aku TUHAN utuslah aku. Ya kita adalah milik Kristus, Kristus adalah sang nabi yang sejati, dan jabatan kenabian ini sekarang kita emban di tengah dunia yang rusak ini. Saya miris mendengar kabar bahwa sekarang hidup manusia, bahagia dan susah kita sudah sangat sempit, kita dikurung hanya oleh angka. Kita nongkrong di depan TV melihat index Dow Jones, memelototi angka-angka yang kita sembah sebagai TUHAN kita, kia kehilangan momen tertawa bersama-sama anak-anak kita, memanjat pohon mangga bersama anak kita, dimana istri kita menangkap mangga yg jatuh. Bahagia susah kita sekarang dikontrol oleh suku bunga bank. Kita merasa girang dan keren karena setahun 4 x bisa jalan-jalan keliling Eropa, namun kita tidak sadar bahwa seluruh hidup kita sudah dikurung dan digerogoti oleh angka, kita seperti sapi yang dibelenggu angka dan setiap 2 bulan dikasi break 2 minggu untuk keluar negri. Sungguh mengerikan. Mari kita berdoa kepada TUHAN, minta kepada Dia, sadar bahwa kondisi kita tidak baik, minta Dia hidupkan kita sebagai manusia yang sejati, menjadi showcase kepada dunia ini, betapa kita hidup bahagia dalam mempermuliakan Allah, dalam mencintai Dia. Hidup seperti ini sangat terberkati, kelewat bahagia. Kiranya Dia diagungkan dan dimuliakan sampai kita mati, sampai kiamat, sampai selama-lamanya, Amin.

GOD be praised!!!