Friday, May 21, 2010

Berkat Abraham

Galatia 3:10-14

Bangsa Yahudi memiliki tradisi yang terbentang begitu panjang, lebih dari 2000 tahun tradisi tersebut membentuk identitas kebangsaan yang begitu kental. Hal tersebut tidak mudah untuk digeser. Ketika kekristenan masuk, bangsa ini harus belajar untuk memodifikasi berbagai pandangan yang menghasilkan identitas yang berbeda. Paulus berusaha untuk menjelaskan identitas ini bagi orang-orang Kristen Galatia yang sedang diinvasi oleh kepercayaan dan perilaku Yahudi. Bagi kita tidak begitu mudah untuk menghayati betapa sulitnya identitas ini digeser dan dimodifikasi. Saya usulkan salah satu sebab pentingnya adalah bahwa kita sudah sangat dipengaruhi oleh pragmatisme yang tumbuh sangat subur dalam zaman yang banyak dipengaruhi Postmodernisme ini. Kalau kita ditanya bagaimana seharusnya hidup sebagai orang Indonesia, bagaimana budaya Indonesia, apa sajakah nilai-nilai luhur yang kita dapati di dalam bangsa Indonesia ini kita akan sedikit kebingungan. Kemana kita akan mencari ciri khas Indonesia, kita menunjuk kepada Bali, ternyata Bali sudah dibanjiri dengan diskotek, Mc.D, gedung-gedung bioskop yang menjadikannya hampir mirip dengan Jakarta kecuali pantainya. Kita mengabaikan sarana-sarana sederhana yang bisa dengan begitu kuat membentuk karakter identitas sebuah bangsa. Bangsa Yahudi tidak demikian. Mereka terbentuk di dalam tradisi Taurat, didalam ritual-ritual keagamaan, mereka dibentuk melalui berbagai perayaan, kisah-kisah, syair, serta nyanyian-nyanyian. Mereka bisa menceritakan kepada anak-anak mereka bagaimana nenek moyang mereka merasakan begitu mencengangkannya ratapan seluruh negeri ketika dalam satu malam TUHAN menghabisi anak-anak sulung di Mesir, bagaimana nenek moyang mereka berjalan melalui lautan yang terbelah, bagaimana Daud memancung Goliat yang tinggi besar, mereka menghayati hidup mereka dalam ziarah-ziarah ke Yerusalem. Kita sekarang hidup dalam budaya konsumerisme yang tinggi, kita hidup dalam budaya food court, kalau mau makan tinggal pilih, tidak ada satu hal yang mengikat kita. Ini menjadikan identitas kita tidak terbangun dengan kuat. Ibadah ke mana kita bisa pilih, datang pagi atau sore hari kita bisa pilih, tidak ada suatu ikatan yang membuat kita terbentuk kuat dalam identitas tertentu. Bangsa Yahudi terbentuk dengan sangat kuat menjadi sebuah bangsa yang sangat khas. Beberapa ciri mereka antara lain, pertama, mereka memiliki corak hidup Taurat dan mereka bangga akan hal tersebut. Hidup berdasarkan Taurat ini dipupuk melalui perjalanan yang sangat panjang, dari peristiwa berdarah ketika patung lembu emas, kisah raja-raja, hingga pembuangan di Babel membuat mereka begitu kental dalam menyuarakan (sounding) Taurat tersebut dalam hidup sehari-hari mereka, dalam kasus Galatia ini Paulus dengan begitu khas bersuara mengenai orang benar tidak hidup karena melalui hukum Taurat. Kedua, perjalanan panjang bangsa mereka membentuk paham kesukuan yang begitu kuat. Bangsa Israel telah mengalami akibat pahit dari kawin campur yang membuat agama mereka tercampur juga sehingga mereka dihukum TUHAN dalam tekanan-tekanan yang begitu berat. Dalam permasalahan jemaat Galatia, jemaat menghadapi militansi semangat Yahudi seperti ini, disunat merupakan salah satu tanda dimana seseorang diterima masuk dalam komunitas Yahudi ini. Ketiga, mereka memiliki pengharapan panjang akan hadirnya anak Daud, raja yang akan datang mengangkat Israel menjadi suatu kerajaan yang kuat. Keempat, dalam religi mereka dikenal konsep kambing hitam (scapegoat), D.R Schwarts menyatakan bahwa Paulus memiliki konsep mekanisme penebusan dengan kambing hitam ini.

Tradisi-tradisi yang sudah membentuk identitas yang mendarah daging tersebut kini diperhadapkan kepada kegenapannya dalam Kristus Yesus. Inilah yang sedang diusung oleh Paulus. Umat Kristen harus belajar bahwa hidup mereka kini bukan sekedar menantikan kedatangan Raja namun hidup di dalam kedatangan sang Raja. Mereka juga harus belajar bahwa kemenangan yang diusung sang Raja itu harus mereka hidupi kini, namun kemenangan tersebut bukanlah kemenangan militeristik, melainkan kemenangan atas hidup dibawah kutuk hukum Taurat, kemenangan atas maut, kemenangan atas dosa. Mereka juga harus belajar bahwa kemenangan tersebut bukan eksklusif kemenangan Yahudi namun meliputi orang-orang non Yahudi, sehingga mereka harus merevisi identitas kesukuan yang begitu kaku dalam diri mereka digantikan dengan identitas Kristen yang membanggakan dan bersifat mengundang (orang non Yahudi untuk masuk). Mereka juga harus belajar bahwa kedatangan sang Raja yang memenangkan mereka, menggenapkan janji-janji Allah di Perjanjian Lama bukanlah dengan keketatan sistem Taurat melainkan karena iman. Memberikan pandangan baru terhadap tradisi yang sudah begitu menahun seperti ini tidaklah mudah. Sekali lagi yang dihadapi oleh Paulus adalah orang-orang Kristen yang sebagian besar bukan Yahudi, namun mulai terdistorsi oleh pandangan-pandangan Yahudi seperti ini, sehingga mereka terancam disesatkan dengan masuk ke dalam sistem Taurat yang dikatakan Paulus dasar hukum Taurat ... orang yang melakukannya, akan hidup karenanya. (ay. 12).

Berbagai rangkaian argumen dipakai oleh Paulus disini untuk mendukung tesisnya. Pertama, dia memakai pembuktian melalui contoh pengalaman jemaat Galatia. Paulus menyatakan bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu??? Paulus mengajukan pertanyaan retoris (yang bukan diajukan untuk dijawab namun untuk mengingatkan mereka bahwa mereka bukan menerimanya karena melakukan hukum Taurat) adakah kamu menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya pemberitaan Injil..., apakah Ia ... berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya pada pemberitaan Injil... Paulus juga menyatakan kamu telah memulai dengan Roh... Semua itu adalah pengalaman yang sudah terjadi bagi jemaat Galatia. Kita mungkin sering alergi terhadap pengalaman, kita berkata dengan sok bijak pengalaman bukan patokan dan pengalaman tidak bisa menjadi doktrin, namun hal tersebut sebenarnya hanyalah menutupi diri dari kekurangan kita akan pengalaman. Kita mengkritik pengalaman orang lain namun kita sendiri tidak pernah merasa mengalami hidup berjalan bersama Tuhan. Ketika dalam sebuah ibadah ada orang bertanya ada sukacita??? Otomatis dengan datar kita menjawab dengan kata amin, namun seringkali kita tidak mengalami sukacita tersebut. Mungkin kita malah berfilsafat dengan menyatakan: hmmm sukacita bukanlah sekedar suatu perasaan subjektif, sukacita ada di dalam definisi Tuhan Allah, saya mungkin berasa datar namun sesungguhnya saya bersukacita. Sungguh ini sebuah kepalsuan yang coba kita balut dengan sangat munafik. Benar bahwa pengalaman tidak bisa dijadikan satu-satunya dasar bagi sebuah doktrin, namun pengalaman bukanlah tidak ada apa-apanya (nothing).

Kedua, Paulus mengemukakan argumen yang didasarkan pada Alkitab. Diawali dengan pernyataan mengenai Abraham yang dibenarkan karena iman. Kita melihat Paulus mengutip teks Perjanjian Lama dengan muatan yang diperluas dia mengangkat teks, terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat. Bila jemaat mau kembali (atau mulai masuk) dalam skema Taurat maka mereka harus mempertimbangkan bahwa orang yang tidak setia terhadap seluruh hukum sudah berada di bawah kutuk. Selanjutnya Paulus menyatakan (lagi-lagi) fakta dan pengalaman bahwa tidak ada seorang pun yang dibenarkan karena melakukan hukum Taurat, lalu Paulus menyambungnya dengan menyatakan bahwa orang benar akan hidup oleh iman. Mereka dengan sangat lugas diperhadapkan dengan kenyataan bahwa ternyata hukum Taurat tidak dapat memimpin mereka kepada pembenaran, tidak dapat memimpin mereka kepada hidup, namun sebaliknya memasukkan mereka dalam kutuk. Dasar hukum Taurat bukanlah iman melainkan kelakuan. Peraturan tersebut semestinya telah mereka tinggalkan. Kristus telah menebus mereka dari kutuk dengan jalan menjadi kutuk itu sendiri bagi mereka. Disini kita melihat dua hal, pertama ketidak mampuan Taurat memimpin kepada hidup dan kedua Kristus Yesus sendiri yang menjadi kambing hitam (scapegoat) bagi mereka sehingga mereka tidak lagi harus hidup di bawah kutuk. Kambing hitam sering kali digunakan bagi orang untuk membenarkan dirinya, atau setidaknya mengaburkan kesalahan atau malapetaka yang akan kita terima. Dalam konteks hidup zaman kitapun sebenarnya dalam berbagai bentuknya konsep mengenai kambing hitam masih sangat sering kita gunakan. Ketika kita membuat kesalahan kita cenderung untuk mencari alibi dengan mengkambing hitamkan orang atau sesuatu yang lain. Kita bisa berkata saya terlambat karena teman saya mengajak ngobrol dari tadi, saya tidak datang karena nenek saya minta dijemput, saya tidak maksimal menjadi ketua panitia karena anggota-anggota kurang bekerja keras (kita bisa menambahkan daftarnya dalam konteks kita masing-masing). Seringkali kita lupa bahwa urusan dipandang benar semestinya sudah bukan permasalahan bagi kita. Kita sudah memiliki Kristus Yesus yang merelakan Diri-Nya untuk menjadi kambing hitam untuk kutukan atas dosa-dosa kita. Hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesama seringkali secara tidak kita sadari terkotak-kotakkan karena ada dua perasaan yang sangat besar yaitu malu dan takut. Malu dan takut tersebut lahir dari ketidak sempurnaan, kesalahan. Seorang anak kecil merasa takut terlihat ayahnya bila dia berbuat kesalahan, seorang yang minder dan malu dengan orang seringkali disebabkan oleh sesuatu dalam dirinya yang dia rasa kurang sempurna, bisa karena kurang pandai, kurang cantik, kurang kaya dsb. Kita bisa menutup malu dan takut tersebut dengan berbagai hal, antara lain bergiat untuk menjadikan diri lebih sempurna, lebih cantik, lebih kaya, atau cara lain yang lebih mudah adalah mencari kambing hitam. Kita harus mengingat kambing hitam terhadap dosa-dosa kita, bahkan dosa yang paling mengerikanpun adalah Kristus dan Dia cukup. Berusaha untuk menambahkan apapun kepada aturan tersebut berarti mengarahkan diri kembali kepada sistem lama (sistem Taurat ala orang-orang Yahudi). Biarlah kita menghidupi kebebasan yang melegakan ini, terpujilah Kristus Penebus kita!!!

Ay 14 membeberkan tujuan dari tindakan Kristus menebus kita dari kutuk, yaitu agar berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain. Berkat Abraham memang tidak pernah ditujukan untuk menjadi eksklusif dalam pengertian ras tertentu. Berkat Abraham ditujukan kepada arah Internasional dalam artian bukan sekedar satu ras tertentu, namun juga bersifat nasional artinya warga kerajaan Allah, ini bersifat kudus yaitu terpisah dari dunia yang cemar. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah ketika jatuh dalam dosa (Rm 3:23), manusia semestinya menyandang kemuliaan Allah tersebut karena memang manusia diciptakan seturut gambar rupa Allah. Berkat Abraham tersebut mengembalikan manusia pada tujuan asli penciptaan, yaitu membawa segala kemuliaan kepada Allah. Manusia dipulihkan kembali menjadi manusia yaitu pembawa gambar mulia Allah. Inilah berkat besar, pemulihan yang dijanjikan Allah melalui keturunan perempuan, keturunan Abraham, keturunan Israel, keturunan Daud tersebut. Melalui Kristus yang telah melepaskan kita dari kutukan hukum Taurat lah kita memperoleh pembenaran kita, kita menikmati pemulihan di dalam Kristus. Inilah berita bahagia, berita Injil tersebut. Namun sayangnya berita ini sudah sangat dikorupsi, baik oleh dunia maupun oleh gereja-gereja yang salah. Ada gereja yang mengajarkan bahwa berkat Abraham adalah kekayaan (sebab Abraham kaya). Akhirnya berkat Abraham yang sejati tidak pernah dirindukan manusia. Bahkan orang Kristen seringkali memiliki gambaran mengenai berkat persis seperti orang yang tidak mengenal Tuhan. Kita mendambakan, kekayaan, kebahagiaan, dsb. Kita jarang benar-benar merindukan menjadi manusia yang asli, membawa gambar rupa Allah, membawa kemuliaan-Nya kemana-mana, membuat kemuliaan Allah terpancar ke seluruh bumi. Bahkan slogan terkenal yang bernada canda pun terkenal diantara orang Kristen muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk sorga. Hal tersebut bukanlah tujuan kita ditebus, tujuan kita menjadi milik Kristus yang terutama bukanlah supaya kita masuk sorga yang imaterial (tak bermateri) dan atemporal (tak berwaktu) yang mana di dalamnya berisi segala macam kesenangan yang didambakan oleh nafsu berdosa kita. Ada sebuah buku yang menggambarkan tentang sorga mirip sebuah perumahan yang indah, rumahnya begitu besar, ada ring basket, ada kolam renang, ada banyak permainan game dsb. Ini adalah pendidikan dunia yang disusupkan masuk ke dalam ide Injil Tuhan, hal ini sangat merusak!!! Berkat Abraham yang kita nikmati terutama adalah kita dibebaskan dari dosa, memiliki kebebasan dalam menyembah Allah, bersukacita di dalam kemuliaan-Nya.

Ide mengenai berkat seperti ini mungkin sedikit mengecewakan bagi kita. Kita berharap bahwa di dalam Kristus kita memperoleh kemenangan dalam versi yang kita inginkan, namun penebusan Tuhan terutama adalah mengembalikan manusia pada martabatnya yang paling puncak, yaitu pembawa gambar Allah sehingga setiap kita senantiasa memancarkan kemuliaan-Nya. Sekali lagi hal ini tidak mudah. Kita dan anak-anak kita dibentuk melalui sinetron-sinetron yang menawarkan hidup mewah, kita dipenuhi dengan harapan orang tua untuk menjadi “orang” (artinya manusia kaya raya), orang tua banyak berkata belajarlah baik-baik agar besok kaya tidak menderita seperti kakek ini. Anak sudah dibentuk untuk mengejar kesuksesan dan kekayaan, dan pembentukan identitas sebagai pengejar kekayaan ini tidak berubah bahkan hingga masuk ke dalam gereja, bahkan lebih jauh lagi hingga mempengaruhi pengajaran gereja bahwa berkat Abraham sebenarnya adalah kekayaan. Membentuk suatu identitas memerlukan perjuangan yang keras, kita perlu terus bersandar kepada Tuhan di dalam tekun berdoa. Identitas tersebut dibentuk melalui cerita-cerita yang kita konsumsi, yang kita dengar dan terus ceritakan, dibentuk melalui kebiasaan-kebiasaan kita di dalam aktivitas sehari-hari, di dalam percakapan kita, di dalam lagu-lagu yang kita nyanyikan didalam buku-buku yang kita baca dsb. Ketika banyak orang merasa begitu bangga bila bisa memperolah identitas sebagai warga negara Romawi, Paulus justru menyatakan bahwa segala sesuatu sampah dibandingkan dengan pengenalan akan Kristus. Kita telah mendengar bahwa hidup menurut tata aturan legal Taurat tidak memimpin kita kepada hidup melainkan kutuk, namun kutuk tesebut telah diambil alih oleh Kristus. Di dalam Kristus kita memperoleh apa yang disebut sebagai berkat Abraham tersebut, adakah kita bersukacita untuk hal ini??? Anak kecil ingin menjadi robot yang kuat, remaja ingin menjadi artis yang super keren, pemuda ingin mendapatkan popularitas, orang dewasa mendambakan menjadi jutawan. Pernahkah kita berpikir, apa yang kita inginkan sebagai Kristen??? Mendambakan kemuliaan Allah dinyatakan melalui kita??? Maukah kita menghidupi hidup bermartabat sebagai manusia penyandang gambar Allah, di dalam Kristus Yesus ini???

GOD be praised!!!