Tuesday, November 17, 2009

Kecukupan Kristus

Galatia 3:1-6

Kita telah melihat permasalahan di dalam jemaat Galatia ini. Inilah salah satu surat Paulus yang paling emosional dan keras. Tidak sembarangan dia melontarkan perkataan yang keras. Surat ini dimulai dengan salam dan pemaparan narasi yang mengisahkan bagaimana Tuhan memanggil dia, dan pemanggilan Tuhan adalah otoritas tertinggi. Hal ini dinyatakannya langsung sebagai provokasi untuk orang-orang dengan tujuan agar mereka mengakui kerasulannya dan tentu dengan demikian Injil yang dibawa oleh Paulus juga diterima oleh mereka. Pada waktu itu mereka telah dikacaukan oleh orang-orang yang disebut sebagai Judaizers, yang menyatakan bahwa iman dalam Kristus Yesus perlu ditambahkan dengan menjalankan syariat Taurat, pada kasus ini dengan disunatkan. Orang-orang Kristen Yahudi secara khusus di Yerusalem banyak mengalami penganiayaan oleh kaum Zealot yang ekstrim, mereka dianggap sebagai pengkhianat karena telah bersekutu dengan orang-orang tidak bersunat. Kaum Zealot merasa sangat marah dan kecewa karena beberapa pemimpin penting dalam gerakan mereka dibunuh oleh pemerintah Romawi; mereka tidak memiliki kuasa untuk membalaskan sakit hati mereka terhadap kekaisaran Romawi karena Romawi terlalu kuat; dalam kondisi demikian mereka menumpahkan amarah mereka kepada orang-orang Kristen Yahudi yang dianggap pengkhianat karena bergaul bahkan duduk makan bersama dengan orang-orang Kristen yang bukan Yahudi dan tidak bersunat. Dalam kondisi seperti ini maka desakan bagi saudara-saudara Kristen non Yahudi untuk disunatkan semakin besar; mereka cenderung untuk mencari aman dengan menyuruh orang-orang Kristen non Yahudi untuk disunat sehingga mereka tidak lagi dianggap berkhianat dengan bergaul dengan orang-orang yang tidak bersunat. Disini kita melihat aroma politis yang kental; penyunatan akan banyak memudahkan orang-orang Kristen Yahudi karena hal itu membuat mereka terhindar dari persekutuan dengan orang tidak bersunat yang bisa membangkitkan amarah orang-orang Zealot. Sayangnya masalah politis ini merembet kepada masalah teologis. Mereka harus disunat karena karya Yesus Krisus dianggap kurang cukup. Kita melihat pergerakan disini, urusan politis akhirnya merembet kepada urusan agama, dan agama ini sering menjadi kendaraan yang sangat ampuh. Pendeta-pendeta bisa membawa alasan agama untuk mengeruk keuntungan bagi dirinya sendiri. John Piper, menanggapi teologi sukses, sangat mengecam pengkhotbah yang memberitakan teologi kemakmuran (prosperity gospel). Dengan memakai alasan agama, berbicara bahwa mengikut Tuhan pasti kaya dia bisa mengeruk banyak persembahan untuk dirinya sendiri. Seorang pendeta mengunjungi suatu daerah miskin, datang dengan pesawat dan berkhotbah diantara begitu banyak orang miskin, dengan memakai argumentasi religius bahwa mengikut Yesus akan menjadi kaya, dia mengeruk banyak persembahan, setelah itu dia pulang dengan pesawat dan meninggalkan ribuan orang tetap miskin dan semakin sengsara karena pengharapan palsu yang tidak pernah menjadi kenyataan.

Paulus sangat menyadari kekuatan dorongan religi ini; dia bukan seorang yang kaku, namun ketika hal itu pada akhirnya menyentuh pada ajaran yang sangat mendasar maka dia marah dengan sangat keras. Ketika John Tetzel menjual surat penghapusan hutang, hal besar yang ada dalam kepalanya adalah bahwa basilika Santo Petrus perlu uang agar dapat dibangun. Untuk meminta sumbangan dari rakyat Jerman yang sudah sangat miskin tentu sangat susah, hal yang paling mudah untuk dilakukan adalah dengan memakai ketakutan mereka akan api neraka; dengan dramatisasi sedemikian rupa, Tetzel menakut-nakuti mereka akan penghukuman neraka yang sangat mengerikan sehingga merekapun membeli surat penghapusan dosa. Karena urusannya menyangkut pada dasar teologi dan Injil yang murni maka seorang pemuda bernama Martin Luther menjadi begitu gusar, hal tersebut membuatnya bangkit melawan segala ketakutan dalam dirinya sehingga dengan sangat berani dia melawan kekuasaaan Katolik Roma yang begitu besar. Sekali lagi saya ingin tekankan, Injil disini menjadi poin konfrontasi. Ketika Paulus berkata bahwa dia memberitakan Injil yang ini dan bukan yang itu, dia mengatakan bahwa Injil ini bertentangan dengan injil yang dipegang oleh para Judaizers. Ada poin konfrontasi, ketika orang-orang Yahudi Kristen berusaha untuk mencari aman dengan menyuruh orang Kristen non Yahudi untuk disunat, Paulus sebaliknya mengatakan bahwa bila mereka disunat maka Kristus menjadi tidak berguna bagi mereka (5:2). Ini konfrontasi terang-terangan yang berpotensi membawa dampak yang langsung. Jemaat Galatia mungkin tidak mengalami penganiayaan, sebagian besar mereka adalah orang non Yahudi, mereka tidak mengalami penganiayaan dari kaum Zealot. Yang dianiaya adalah orang-orang Yahudi yang bergaul dengan orang kafir (non Yahudi yang tidak disunat), apalagi sampai duduk makan bersama dengan mereka. Yang sangat menarik adalah ancaman itu sebenarnya lebih mengarah kepada Paulus ketimbang kepada jemaat sendiri. Dengan mereka disunat, sebenarnya akan lebih aman bagi Paulus karena dia bergaul dengan orang bersunat sehingga dia tidak mendapat masalah dengan orang Zealot. Namun demikian Paulus menentang dengan keras. Keamanan dirinya bukan menjadi prioritas bagi Paulus, dia benar-benar tahu apa yang harus menjadi prioritas dirinya. Sering kali dalam hidup kita, kita tidak peka terhadap prioritas hidup kita, kita lebih condong memilih aman ketimbang menegakkan kebenaran. Ada waktunya bagi kita dimana konfrontasi tidak bisa lagi dihindarkan karena hal itu menyangkut iman kita yang paling mendasar. Kita mungkin tidak berhadapan dengan orang Zealot yang mengancam keselamatan fisik kita, namun zaman sekarang penganiayaan bisa beragam sekali bentuknya. Mungkin penganiayaan akademis, dengan berhadapan dengan orang-orang liberal yang mengusik iman akan keilahian Kristus dan ketika kita percaya kita dianggap tolol dsb. ataupun penganiayaan ekonomi, dalam bentuk positif (iming-iming tertentu) atau negatif (ancaman); kita dituntut untuk menyuap demi keuntungan dsb. ketika kita tegas dalam iman kita maka ada harga yang harus dibayar, terutama ketika hal itu menyangkut iman yang mendasar, kita tidak bisa mengkompromikannya lagi.

Pokok persoalan yang dialami oleh Martin Luther dalam hal ini sangat mirip dengan apa yang dialami oleh Paulus. Inti Injil sedang digoyang. Hai, pernyataan vokatif dalam bahasa Yunani yang menyangkut seruan yang melibatkan emosi. LAI menerjemahkan huruf Yunani Omega dengan sangat baik. Kata Hai memberikan kesan sapaan yang dekat dan emosional. Gembala jemaat yang baik memberikan dirinya untuk benar-benar terlibat secara utuh dengan jemaatnya. Bila hamba Tuhan hanya melihat penggilannya sebagai orator Firman; khotbah mungkin baik, eksegesis bertanggung jawab namun tidak memiliki hati yang berpaut pada jemaatnya ini tidak cukup. Hamba Tuhan tidak dipanggil untuk menunjukkan performa untuk menjadi badut penghibur yang berlagak diatas panggung yang mana panggungnya adalah mimbar; namun hamba Tuhan meresponi panggilan Tuhan untuk berfokus kepada jemaat yang akan dilayani. Tuhan Yesus berkata lihat ladang sudah menguning, siapa yang mau menjadi penuai; ini bukan sekedar urusan pekerjaan tuai menuai, namun ada fokus kepada ladang tersebut sendiri. Dalam seruannya Paulus menyatakan bahwa orang Galatia ini bodoh, bodoh disini seperti yang dianjurkan oleh Ben Witherington III yang mengutip Bruce Malina, bukan sekedar kekuarangan IQ namun berkaitan dengan konteks Mediterania abad pertama, bodoh menyangkut ketidak mampuan untuk mengerti social boundary. Mereka ada di dalam boundary Kristus namun mereka mulai masuk kepada boundary hukum Taurat. Ini adalah suatu kesalahan yang harus dibenahi. Dunia memiliki kriteria pintar bodoh hanya berkaitan dengan pencapaian akademis, atau yang lebih parah, pintar atau bodoh diukur dari kemampuan seorang memperoleh uang. Dunia kita saat ini memang sudah rusak. Disini Paulus mengatakan mereka bodoh karena mereka tidak mengerti bahwa mereka semestinya telah berada di dalam ikatan dengan Kristus bukan dalam ikatan peraturan Taurat.

Siapa yang telah mempesonakan kamu??? Kata ini bukan bernuansa mempesona yang positif, namun lebih berarti memperdaya atau menyihir. Kata baskaino lebih berkait dengan tindakan menyihir yang negatif. Paulus mengaitkan pekerjaan Judaizers itu dengan tindakan sihir; bukan berarti bahwa jemaat ini terhipnotis namun mereka benar-benar terperdaya ketika mengikuti amaran para Judaizers itu. Kristus yang dilukiskan memakai terminologi yang mirip dengan pemaparan sebuah lukisan yang sangat jelas. Besar kemungkinan hal ini menujukkan bagaimana Paulus telah memaparkan Kristus yang disalibkan tersebut. Satu hal yang begitu menarik adalah bahwa Paulus sangat mengenal siapa Kristus itu, sehingga dia bisa melukiskan-Nya dengan begitu jelas. Beranikah kita berkata demikian terhadap orang-orang yang kita Injili, yaitu bahwa kita telah melukiskan Kristus dengan sangat jelas; jangan-jangan kitapun kurang mengenal Dia sehingga kita juga tidak memiliki gairah yang besar untuk menceritakannya kepada orang lain. Bila kita mengenal dengan jelas Kristus yang disalibkan, kita terpesona oleh keagungan-Nya, bisakah kita berdiam dan tidak menceritakannya??? Paulus pernah mengatakan bahwa aku tahu siapa yang kupercaya, mari kita belajar untuk mengenal Tuhan kita yang telah menyatakan keagungan-Nya di dalam Kristus Yesus.

Paulus mengatakan mengenai Kristus yang disalibkan, ini sangat khas dalam teologi paulus. Ketika berhadapan deengan jemaat Korintus yang saling meninggikan diri dia menyatakan Kristus yang disalibkan untuk menunjukkan bahwa Kristus mengenakan kehinaan yang dalam; kepada jemaat yang dianiaya dia menunjukkan Kristus yang disalibkan untuk memberikan penghiburan dan kekuatan; dan kepada jemaat Galatia yang sedang diracuni oleh ajaran sesat, Paulus melukiskan Kristus yang disalibkan sebagai Dia yang telah menggenapkan segala tuntutan Bapa. Disini kita melihat suatu kelincahan yang begitu luar biasa dari seorang yang begitu mengenal Tuhan. Paulus begitu mengenal Tuhannya, dan pengenalan akan Kristus tersebut tidak terkunci pada proposisi yang mentah ataupun aplikasi yang sempit, namun Kristus yang disalibkan tersebut benar-benar dihidupi dalam diri Paulus sehingga disini dia dengan begitu lugas menyatakan supremasi Kristus yang sudah disalibkan tersebut tidak perlu ditambahkan apa-apa lagi. Satu hal yang harus kita perhatikan, yaitu bahwa bila Kristus yang disalibkan tersebut telah dilukiskan dengan jelas, dan mereka masih berani meragukan kecukupan-Nya dan mengikuti injil yang lain (dari para Judaizers) maka dosa mereka sungguh sangat berat. Bagi setiap kita yang telah banyak menerima ajaran yang baik, mengikuti banyak pembinaan, namun masih bisa berkompromi dengan kebenaran, kita akan dituntut dengan sangat berat.

Kini pembicaraan beralih menuju kepada melakukan Taurat dan mendengar Injil. Menerima Roh disini berkaitan erat dengan menjadi Kristen, jadi kita tidak perlu menekankan pada fenomena-fenomena ganjil seperti berbahasa lidah dsb. Mengutip James Dunn, Witherington III menyatakan bahwa frasa menerima Roh adalah frasa teknis bagi orang-orang Kristen mula-mula untuk menyatakan tentang pertobatan (Rm 8:15; 1 Kor 2:12; 2 Kor 11:4; Gal 3:14; Kis 2:38; 10:47; 19:2). Jadi bagaimana mereka menerima Roh tersebut??? Ini bukan pertanyaan yang mana Paulus ingin mendapatkan jawaban dari mereka, Paulus menggunakan pertanyaan ini untuk menyadarkan mereka. Sebagian besar dari jemaat ini sekali lagi adalah orang-orang bukan Yahudi, sehingga mereka memang bukanlah pelaku Taurat, memiliki Tauratpun tidak, sehingga tentu mereka bertobat atau menerima Roh karena percaya kepada Injil. Paulus kembali memberikan pertanyaan ironi “sia-siakah itu semua???” Sekali lagi Paulus bukan ingin mendapatkan jawaban namun dia menggiring pendengarnya untuk menyatakan bahwa tidak boleh menjadi sia-sia. Pada ayat 5 diulang pertanyaan apakah mereka menerima Roh, dan kini ditambah dengan banyak mujizat karena mereka telah melakukan Taurat atau karena Injil. Bagian ini diperkuat dengan pernyataan mengenai Abraham yang percaya dan dianggap benar. Argumentasi mengenai Abraham ini sangat kuat. Abraham adalah orang yang sangat dipandang dalam budaya dan agama Yahudi. Tanda perjanjian sunat juga pada awalnya diberikan Tuhan dalam perjanjian-Nya dengan Abraham (Kej 17:9-14). Jadi sekarang kita harusnya bisa mengerti bahwa argumentasi para Judaizers (yang sangat memandang pada Abraham) untuk menyuruh mereka untuk disunat (sementara Abraham pun dibenarkan karena percaya dan bukan karena sunat), sangatlah salah. Kita melihat betapa mengagumkannya argumentasi Paulus disini. Dan kita melihat bahwa argumentasi yang sedemikian diberikan Paulus bukan demi memenangkan sebuah perdebatan teologis demi menaikkan pamornya, namun semata-mata karena cintanya kepada Kristus dan jemaat-Nya, dia harus memberitakan Injil yang benar. Karya Kristus Yesus adalah cukup dan genap, tidak perlu lagi ditambah dengan sunat ataupun hal yang lain. Kita diterima oleh Tuhan bukan karena kita lihai berkhotbah, banyak memberikan persembahan, sering main piano di gereja, atau sangat rajin pelayanan di PRII BSD; namun semata-mata karena karya Kristus Yesus Tuhan kita.

Mari kita yang telah mengenal Dia, melihat kecukupan Kristus yang disalibkan itu, dalam syukur yang tak terbendung, membaktikan seluruh hidup kita hanya bagi Dia dalam setiap segi hidup yang Dia percayakan kepada kita. Dalam rumah tangga, dalam gereja, sekolah, tempat bekerja, lingkungan kita dsb. Kita rindu untuk berbakti secara penuh kepada Dia. Dengan rendah hati kita panjatkan doa kita: Bapa, Engkau telah menerima kami di dalam Kristus Yesus yang disalibkan... kasihanilah kami, bangkitkan hasrat syukur kami agar kepada-Mu kami mengabdi sepanjang umur kami, demi Kristus Yesus yang disalibkan kami pintakan doa kami ini...

GOD be praised!!!



No comments:

Post a Comment