Thursday, September 10, 2009

Allah berkuasa (bahkan) di goa singa (sekalipun)!!!

Daniel 6

Sejarah bukanlah sekedar sekumpulan fakta mentah yang disusun sedemikian rupa untuk menyatakan rangkaian peristiwa yang kasat mata. Satu rangkaian peristiwa disusun dalam catatan tertentu untuk menyatakan sesuatu hal. Kitab Daniel ini mengungkapkan rangkaian kejadian yang bukan sekedar rangkaian peristiwa namun menyatakan sebuah realitas yang mencengangkan. Peristiwa-peristiwa yang disusun dalam kitab Daniel ini mengurung kita kepada kekaguman yang besar dan semestinya mendorong kita untuk larut dalam takut kepada Allah dan hanya kepada Allah saja. Kitab Daniel ini memberikan satu warna yang unik dalam literatur para nabi; memberi semacam siraman yang menyegarkan ditengah-tengah tanah kering. Ketika kita melihat letak kitab Daniel ini, kita melihat posisinya sebagai salah satu kitab para nabi. Kitab-kitab para nabi sebagian besar berbicara mengenai hardikan terhadap bangsa Israel (atau terhadap bangsa-bangsa lain) yang berdosa. Para nabi TUHAN memang dibangkitkan pada kondisi yang suram, ketika raja bertindak melawan TUHAN, ketika para imam berlaku fasik, ketika rakyat berbuat jahat, melupakan hukum TUHAN; pada zaman seperti inilah para nabi dibangkitkan. Dengan demikian maka berita para nabi pada umumnya adalah berita mengenai hardikan terhadap ketegar tengkukan rakyat, dan pada umumnya para nabi juga menubuatkan mengenai restorasi pasca penghukuman TUHAN. Para nabi menghardik dan menyatakan bahwa penghukuman Tuhan akan datang, sebuah berita yang terkadang terlihat tidak kontekstual. Pada zaman raja Uzia, kondisi Yehuda sedang mengalami kemakmuran, namun bangsa tersebut jahat dan membelakangi TUHAN; bangsa itu tidak peka akan kebejatan dan dosa-dosa mereka, karena itu nabi yang memberitakan kehancuran menjadi semacam lelucon bagi telinga yang tegar tengkuk. Sering kali ketika hidup kita mengalami hal yang baik, kita tidak peka terhadap dosa-dosa kita, dan kita tidak suka bila ada orang yang mengritik atau menegur kita, terlebih lagi ketika kondisi kita sedang baik-baik saja. Itulah konteks kitab para nabi, menegur bangsa yang tegar tengkuk, yang tidak mendengar hardikan, sebaliknya menebarkan ancaman maut kepada para nabi tersebut. Para nabi mengusung berita yang begitu mengerikan, berita mengenai kehancuran, mengenai dicabutnya mereka dari tanah yang dijanjikan oleh TUHAN Allah sendiri.

Kemenangan membawa suatu sensasi kepuasan tersendiri, sebaliknya kekalahan akan membawa keperihan terlebih lagi bila kekalahan tersebut terjadi di wilayah kekuasaan sendiri. Minggu lalu kita melihat satu keunikan bangsa Israel yaitu bahwa Allah Israel adalah Allah yang tinggal bersama-sama dengan mereka, dan bait suci yang dibangun pada zaman Salomo menjadi sebuah pengingat yang besar bahwa Allah tinggal bersama umat-Nya. Allah bukan dikurung di dalam bait tersebut (Salomo telah menyatakan hal tersebut di dalam doanya 2 Taw 6:18). Di dalam bait suci tersebut ada ruangan maha kudus, dan didalam ruang maha kudus tersebut diletakkan tabut Allah, disini dinyatakan bahwa Allah hadir dan tinggal bersama dengan umat-Nya. Bait tersebut berdiri di Yerusalem, pada tanah yang telah dijanjikan Allah untuk diberikan kepada umat-Nya. Konsep tanah ini sangat penting dalam pandangan Yahudi, kita bisa melihatnya bahkan hingga saat ini orang-orang Yahudi tidak berhenti berperang untuk memperebutkan “tanah”. Hal ini bukan sekedar urusan bagi wilayah, ini menyangkut penggenapan janji TUHAN. Kita mengingat bagaimana Nabot menolak untuk menjual tanahnya kepada Ahab sehingga dengan kelicikan Izebel, Nabot pun dibunuh (1 Raj 21). Dengan mengerti hal ini kita bisa mengerti betapa perihnya berita para nabi yang mengatakan bahwa mereka akan dihalau dari tanah tempat mereka tinggal, tanah yang dijanjikan sendiri oleh Allah, tempat dimana TUHAN sendiri hadir diantara mereka. Nabi-nabi berteriak dengan berbagai cara, untuk menyatakan bahwa mereka akan diseret keluar dari tanah tempat mereka tinggal. Dari tanah mereka, dari kandang mereka, mereka akan dikalahkan dan diangkut keluar. Ini sangat mengerikan dan menyakitkan. Pembuangan menjadi satu masalah yang melahirkan pertanyaan teologis yang sangat besar dalam benak orang Yahudi. Bila TUHAN adalah TUHAN semesta alam yang mengatasi segala sesuatu, dan Israel adalah umat Allah, mengapa kini kami diangkut tertawan oleh musuh, bahkan oleh orang yang tidak menyembah kepada TUHAN???

Pertanyaan ini disambut dengan sangat berani melalui jawaban lantang kitab Daniel. Kitab Daniel mengatakan bahwa bukan TUHAN yang gagal, bukan TUHAN yang kalah, selanjutnya Daniel menyatakan bahwa di tanah Babel, dikandang orang-orang yang tidak percaya kepada TUHAN, dikandang Nebukadnezar, Darius, bahkan di dalam goa singa bukan mereka yang berkuasa melainkan TUHAN semesta Alam. Ketika dalam hidup ini kita melihat bahwa situasi sangat menekan, musuh sangat kuat, kita perlu memiliki kejelian seperti Daniel yang melihat bahwa TUHAN tetap Raja yang berkuasa dan senantiasa menang. Dalam sejarah dunia yang begitu ramai dengan hingar bingar peperangan sebenarnya kisah Yehuda ditaklukkan oleh Babel hanyalan sebuah cuplikan kecil ditengah hiruk pikuk peristiwa yang lain. Bangsa berperang dan mengalahkan lainnya; pada zaman raja Zedekia, Yehuda dikalahkan oleh Nebukadnezar, itu adalah satu dari peristiwa yang lain, namun Daniel mencatat bahwa ini adalah keperkasaan TUHAN. Literatur kitab ini menjadi sebuah tarian yang gagah ditengah kondisi yang terlihat sangat kelam. Pada zaman Zedekia, Yerusalem mengalami kekelaman yang begitu dahsyat, Yerusalem dikepung dan ketika kelaparan merajalela, tembok Yerusalem dibelah dari dalam dan para tentara melarikan diri, sementara itu raja Zedekia tertangkap dan dihadapkan kepada raja Babel, anak-anak Zedekia dihabisi dihadapan mata kepalanya sendiri dan setelah kejadian memilukan tersebut berhasil direkam melalui matanya, maka mata itu dibutakan dan diapun dibelenggu serta ditawan. Setelah itu Nebuzaradan – kepala pasukan pengawal – menghancurkan Yerusalem, membakar bait suci dan rumah raja, kota itu dihanguskan dan hanya rakyatnya diangkut (1 Raj 24:18 – 25:21). Namun hal ini tidak menciutkan iman Daniel bahwa TUHAN tetap Allah yang berkuasa, bagaimana dengan kita??? Sadarkah kita bahwa kondisi yang pelik tidak semestinya menggentarkan kita, ada penyakit, ada kesulitan, ada tekanan, namun hal tersebut tidak semestinya membuat kita terkejut dan takut, sebaliknya kita harus melihat bahwa tetap TUHAN yang kuatlah yang berkuasa.

Daniel memulai provokasi pada awal kitabnya (1:1-2) dengan menyatakan bahwa bukan Nebukadnezar namun Tuhan yang menyerahkan Yoyakim ketangan Nebukadnezar. Ketika mendengar nama Nebukadnezar, kita perlu mengingat bahwa nama tersebut adalah nama yang begitu besar. Yang sangat berkuasa pada waktu itu bukan lagi Asyur, namun Babel, dan raja adi kuasa tersebut adalah Nebukadnezar. Hal tersebut tergambar dengan jelas pada mimpi yang meresahkan hatinya, yaitu bahwa kepala emas itulah dia. Nemun Daniel langsung merombak opini umum pembaca mengenai kekuatan Nebukadnezar kepada kekuatan TUHAN.Yehuda kalah bukan karena Nebukadnezar kelewat kuat namun karena Tuhan menyerahkan Yoyakim kedalam tangannya. Ketika seluruh sejarah mencatat bahwa Nebukadnezar mengalahkan Yehuda, Daniel menyatakan dengan sangat jeli bahwa itu adalah pekerjaan Tuhan. Daniel melanjutkan dengan gemetarnya lutut Nebukadnezar oleh karena mimpi yang menghantuinya. Ketika semua gambaran mengenai Nebukadnezar adalah gambaran yang dahsyat, Daniel mencantumkan gambaran Nebukadnezar yang bergetar ketakutan karena mimpi, gelisah dan terjangkit insomnia. Diapun mengumpulkan para ahli jampi, ahli sihir dan para Kasdim, membuat mereka kalang kabut dengan permintaannya untuk memberitahukan bukan sekedar arti namun isi mimpinya sendiri. Dan ketika amarahnya tidak terbendung lagi sehingga mengakibatkan rusuh di seluruh negara, maka Daniellah (yang disertai oleh TUHAN) yang memberitahukan arti mimpi tersebut. Daniel mencatat perkataan para Kasdim tersebut bahwa tidak seorangpun bahkan para dewapun tidak akan mampu untuk melakukan seperti yang diminta oleh Nebukadnezar (2:10-11), namun di sorga ada Allah yang menyingkapkan rahasia-rahasia (2:28). Cerita yang disusun oleh Daniel dilanjutkan dengan bagaimana sang raja besar harus mengakui bahwa Allah Sadrakh, Mesakh, Abednego adalah Allah yang hidup melintasi segala sesuatu, belum cukup sampai disana, kebesaran Nebukadnezar harus dilucuti hingga titik yang paling nadir hingga hidup layaknya binatang. (ps 4). Betapa raja besar ini hanyalah sekeping kotoran dihadapan Tuhan. Belsyasar yang bertingkah congkak hingga memandang remeh perkakas bait suci juga harus terhenyak ketika menyaksikan tulisan di dinding yang lagi-lagi harus Daniel yang menafsirkannya, serta dia harus menemui ajalnya pada malam itu (ps 5).

Setelah Babel lewat, maka yang memerintah adalah kerajaan Media-Persia, pada masa inilah setting Daniel 6 yang kita baca ini dikisahkan. Pada zaman raja Darius, setiap keputusan yang tertulis tidak dapat dibatalkan. Daniel - seorang politikus yang sangat dipercayai oleh Darius - sangat dibenci oleh para pejabat tinggi sebab Daniel sangat dipercayai. Inilah sikap anak Tuhan yang sejati, menjaga kemurnian hidup dan menyatakan bahwa Allah berkuasa sehingga dia pun sangat dipercayai. Dua minggu lalu kita melihat bahwa orang Kristen semestinya menjadi show case Allah mengenai bagaimana semestinya manusia hidup. Hal tersebut dijalankan oleh Daniel, dan karena hal itu dia dibenci. Pada zaman sekarang sering kali orang membenci orang Kristen bukan karena kesalehan dan integritasnya namun karena kebobrokannya, ini sungguh celaka. Para pejabat tidak mampu mendapati cacat pada diri Daniel dalam bidang pekerjaannya, karena itu dia diserang langsung pada pusat imannya. Raja menyetujui permohonan yang diajukan mereka dengan berbohong bahwa semua telah sepakat untuk menjatuhkan hukuman kepada siapapun yang memohon kepada siapapun selain kepada raja. Namun hal tersebut sama sekali tidak menggentarkan hati Daniel. Dia tetap seperti biasa berdoa menghadap Tuhan pada kamar atasnya yang menghadap ke Yerusalem. Pada zaman Darius, Yerusalem sudah dihancurkan, bait suci telah dibakar (pada zaman Babel, kini telah masuk zaman Media-Persia); namun apakah Daniel berpikir bahwa Allah telah kalah??? Tidak!!! Daniel tentu tahu bahwa bait suci telah dibakar, namun dia tetap berdoa menghadap ke Yerusalem, dia tahu bahwa Allah tidak pernah kalah. Sekali lagi, yang terpenting bukanlah kiblatnya (kita tahu bahwa bait itu sudah dibakar), namun Allah tetap hidup, dan dalam doa Salomo pada 2 Taw 7:37-38 kita mengingat bahwa ketika mereka berdosa dan dihukum Tuhan dengan diangkut tertawan ke negeri musuh, dan ketika mereka memohon menghadap ke bait tersebut maka Tuhan kiranya mendengar doa mereka. Tindakan Daniel berdoa adalah ketajaman mata iman yang menembus realita yang terlihat mata, yang melukiskan kekalahan. Tuhan tidak pernah lengser, Tuhan tidak pernah gagal, yang ada adalah kita sering gagal untuk melihat kepenguasaan Tuhan karena pandangan kita hanya sempit pada hal-hal yang terlihat mata saja. Daniel tidak bisa digetarkan oleh kengerian yang menghadang di depan matanya, bagi dia goa sianga bukanlah teror, Daniel akan merasa terteror bila dia berhenti berdoa, bila dia berhenti bersekutu dengan Allahnya. Apakah yang menjadi teror bagi kita??? Miskin, sakit, lelah??? Biarlah hal tersebut kita tertawakan, kita lecehkan, jangan biarkan hal tersebut menjadi teror bagi diri kita, namun kita takut bila kita berdosa, kita takut Allah murka, kita takut menyakiti Tuhan yang mengasihi kita, kita takut ditinggalkan oleh-Nya.

Raja Darius menjadi sedih karena orang yang paling dipercayainya kini harus dihukum mati. Dia terus mencari akal untuk membebaskan Daniel. Namun undang-undang menyatakan bahwa hukum tersebut tidak dapat dibatalkan, tidak ada yang dapat menolong Daniel, bahkan raja pun tidak sanggup menolongnya. Namun Daniel menyatakan bahwa Allah telah menolongnya. Daniel menjawab Darius yang bertanya kepadanya pada pagi harinya dengan menjawab dengan lantang bahwa Allah telah mengirimkan malaikat untuk mengatupkan mulut para singa tersebut. Kita melihat di tanah buangan, ketika semua penguasa tidak mampu bertindak, bahkan raja di tempat Daniel dibuangpun tidak mampu berbuat banyak, TUHAN tetap adalah Allah yang mengatasi segala sesuatu dan senantiasa menang. Dalam dunia ini, kekristenan ortodoks tidak mencatat data statistik yang terbanyak, kita melihat kerusakan dan kehancuran, kemerosotan moral dan sebagainya, namun hal ini tidak akan pernah menggentarkan kita, sebab di dalam dunia yang terlihat dikuasai oleh kejahatan ini, tetap yang berkuasa adalah Allah. 6:26-28 memaparkan pengakuan iman yang bersifat sangat doksologis. Darius, si orang Media itu menyatakan kemuliaan Allah, menyatakan betapa besarnya Allah. Dan hal itu diikuti dengan perintah untuk takut dan gentar hanya kepada Allahnya Daniel. Hal ini sesungguhnya menjadi templakan bagi kita. Darius mengirimkan surat perintah untuk orang takut dan gentar pada Allahnya Daniel. Sadarkah kita bahwa Allahnya Daniel adalah Allah kita juga??? Mengapa dari mulut orang kafir justru terucap pengakuan iman dan kegentaran kepada Allah kita, sementara melalui diri kita yang adalah anak-anak Tuhan justru nama Tuhan sering kali dipermalukan??? Mengapa dari mulut kita tidak terucap pengakuan iman yang jujur akan kebesaran-Nya, sementara kita hanya sering latah saja melafalkan segepok kalimat bahwa Tuhan itu mulia??? Biarlah ini menjadi tamparan keras pada jantung iman kita, dan ini mendorong kita untuk hidup mempermuliakan Allah. Dia adalah Allah yang hidup dan berkuasa, tiada yang seperti Dia, dan Dia adalah Allah kita, biarlah keberadaan diri kita senantiasa menyaksikan kemuliaan Allah saja. Amin.

GOD be praised!!!



No comments:

Post a Comment