Wednesday, September 9, 2009

Galatia 2:11-14

Larry Gonick dengan sangat hebat menggambarkan pesannya dalam “Kartun Riwayat Peradaban”. Caranya menggambar, menuturkan, memberikan sebuah gambar hidup untuk menyampaikan pesan mengenai big bang theory, untuk menyampaikan bahwa peradaban Alkitab adalah peradaban barbar, peradaban pedang dsb. sangatlah unik. Sekali lagi saya ingin menuturkan mengenai bagaimana kisah-kisah disusun sedemikian rupa untuk menyampaikan sebauh pesan yang sangat kuat, kita melihat bahwa Alkitab juga menggunakan kisah untuk dihidupi. Eugene Peterson menyatakan bahwa cerita mengundang pendengarnya untuk masuk kedalamnya, itulah cerita yang baik, cerita yang mampu mengajak kita masuk kedalam cerita tersebut. Dalam suratnya, Paulus juga menggunakan kisahnya untuk meracik tujuan utama yang harus dia sampaikan. Sekali lagi kita melihat permasalahan urgent yang menghantui jemaat Galatia adalah adanya guru-guru palsu yang memalsukan Injil. Kita telah meliaht bagaimana Paulus menyusun kisahnya untuk menyatakan bahwa apa yang diajarkannya sama sekali tidak bertentangan dengan rasul-rasul lain, bahkan mereka melakukan jabat tangan tanda bahwa mereka bersehati menyampaikan Injil - kepada Petrus untuk orang-orang bersunat dan kepada Paulus untuk orang-orang tidak bersunat.

Namun disini kita melihat bagaimana Paulus bertentangan dengan Petrus, dia menyatakan hal ini dengan terang-terangan. Disatu sisi dia telah menyatakan persatuannya dengan para orang top, para soko guru jemaat, namun disini sebagai junior dia dikatakan menegur dengan terang-terangan. Kita tidak mendapatkan akses mengenai cara menegur Paulus kepada Petrus pada waktu itu, dan kita tidak perlu mencari tahu. Saya percaya sangat aneh bila kita “memakai” bagian ini untuk menjadi senjata kita sehingga kita hobi sekali menegur orang di hadapan orang banyak, kita berpura-pura untuk menjadi Paulus, menjadi palang pintu akhir gereja Tuhan sehingga kalau kita tidak terlalu mudah menegur kita akan berdosa dan gereja akan hancur. Ini dulu sering diingatkan oleh pak Rudy, kita punya semangat untuk menegakkan kebenaran, tapi sama sekali tidak dilandasi kasih. Apa yang dinyatakan Paulus disini adalah dalam konteks. Paulus “memakai” kisah ini sekali lagi untuk menjadi tenaga bagi pemberitaan Injilnya, dia tidak sembarangan babat; Paulus adalah dia yang berkata kepada jemaat yang di Roma, kiranya kamu yang dikaruniakan Tuhan iman yang lebih kuat jangan kamu menjadi batu sandungan bagi yang lemah, kamu itu satu, makan tidak membawa keuntungan dan tidak makan tidak membawa kerugian, saya lebih baik tidak makan asal saya tidak menjadi batu sandungan bagi saudara-saudaraku. Dan Petruspun mengakui bahwa tulisan-tulisan Paulus itu adalah otoritatif (2 Ptr 3:15), menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Ini satu harmoni yang sangat luar biasa dalam gereja Tuhan. Saya menikmati ngobrol tentang Firman, saling mengasah, saling bertanya dan memperkaya, saya pernah membicarakan satu topik yang sangat pelik dalam kekristenan yang mungkin merambah pada wilayah yang “berbahaya” namun pembicaraan sedemikian itu baik di dalam saling tegur, saling membentuk, kehidupan bergereja seperti ini sangat indah. Teguran yang dialamatkan Paulus sekali lagi bukanlah teguran yang sembarangan.

Dalam kasus ini ada satu hal penting yang harus kita perhatikan, Paulus menegur bukan karena dia tidak memperhatikan persatuan gereja,sebaliknya dia menegur justru karena memperhatikan kesatuan gereja. Minggu lalu pak Tangkas berkhotbah bahwa salah satu misteri besar dalam kekristenan adalah bagaimana kita yang Kristen bukan Yahudi bisa masuk dalam perjanjian TUHAN. Ini benar-benar adalah misteri besar yang tidak gampang mereka terima. Kita mudah saja menerima ini, sejak sekolah Minggu kita sudah belajar lagu Yesus cinta s'gala bangsa, namun pembicaraan mengenai Yahudi dan non Yahudi adalah sulit pada zaman itu. Saya tidak setuju dengan kontekstualisasi yang menjadikan Yesus berkulit hitam seperti Negro, ataupun yang membuat-Nya memakai blangkon menjadi orang Jawa, karena memang Dia hadir dalam sejarah dalam konteks Yahudi. Itulah sejarah yang diberikan kepada kita, dan itulah Firman TUHAN, kita mungkin menganggap bahwa cerita-cerita Alkitab itu kita perlu saring, perlu kita buka kode-kodenya nya agar menjadi sebuah kebenaran abstrak yang bersifat universal, terlebih lagi bila kita susun secara sistematis. Namun kita lupa bahwa cerita-cerita Alkitab ituah yang diberikan kepada kita, itulah Wahyu Allah. Apakah kesulitan orang-orang Yahudi dalam memaham topik Yahudi – non Yahudi ini??? Tuhan adalah Tuhan semesta alam, namun Tuhan tersebut mengikat janji kepada orang Yahudi. Kepada Abraham dan bukan kepada anak-anak Terah yang lain, kepada Ishak dan bukan Ismail, kepada Yakub dan bukan Esau. Nah kepada keturunanYakub ini dan secara khusus melalui Yehuda keselamatan ini menunjukkan realisasinya, yaitu dalam pribadi Yesus Kristus sendiri. Mereka telah menghidupi pengalaman pahit kawin campur yang ditulis dalam banyak sekali bagian dalam Perjanjian Lama yang membuat mereka akhirnya berdosa dan dihukum Tuhan. Dalam Kej 6 kita melihat kawin campur anak-anak Allah dengan anak perempuan manusia, kita melihat kegagalan Israel menumpas orang Kanaan bahkan perkawinan dengan mereka pada akhirnya membuahkan persembahan berhala (Dalam Kel 16:34 dinyatakan peringatan ini), kita mengingat bagaimana Salomo membuka diri terhadap penyembahan berhala karena kawin campur, bahkan pasca pembuangan mereka masih memiliki masalah dengan kawin campur ini (Ezr 10:2). Dalam pengertian yang sudah mengakar kuat seperti ini maka sukar bagi mereka untuk menerima gentiles masuk kedalam hidup mereka. Mereka sudah terbiasa dengan pemisahan halal haram, suci dan profan, kudus dan bangsa lain. Itu semua dilakukan Allah dalam Perjanjian Lama untuk minimal dua hal, yang pertama adalah tindakan Allah memisahkan umat-Nya agar tidak hidup menurut adat berdosa orang-orang yang melawan Tuhan, dalam konteks inilah haram haram makanan, peraturan mengenai hidup diberikan. Sebagai orang Kristen kita harus menyadari hal ini; kita adalah orang yang berbeda dengan dunia ini. Pembedaan kita yang sebenarnya bukanlah pada ras, suku, bahasa, atau budaya, namun pembedaan yang sangat esensial, yaitu di dalam janji Abraham atau diluar janji Abraham,di dalam Kristus dan diluar Kristus.Yang kedua, (ini yang mereka sering lupakan) yaitu agar mereka menjadi imam bagi dunia, menjadi contoh bagi bangsa-bangsa dunia seperti apa manusia semestinya hidup. Itulah tujuan pengudusan diri kita, sekali lagi mari kia periksa diri kita. Benarkah kita ini hidup sebagai Kristen, tidak sama dengan dunia, dan lebih lanjut lagi menantang dunia untuk hidup seperti kita ini.

Ketika pemikiran mengenai pemilihan tersebut begitu kuat, mereka harus menerima sebuah realita bahwa ternyata bukan mereka saja yang dipilih, ternyata orang-orang nonYahudi juga dipilih;.rahasia ini tidak gampang untuk diterima, terlebih lagi dengan sakit hati yang semestinya sedikit bisa diobati bila orang-orang asing itu pada saat ini diharuskan untuk menjalankan praktek agama Yahudi, secara khusus dengan disunat. Nah pemisahan warga Yahudi dan bukan Yahudi ini ditentang oleh Paulus. Hari ini kita belum akan masuk kepada pokok Justification by faith alone, namun kita akan membahas dahulu hal ini. Di dalam kematian Kristus, partisi Yahudi dan non Yahudi ini dirobohkan, kesatuan gereja ditegkkan, inilah yang mengikat kita, yaitu karya utuh dari Tuhan Yesus bagi kita yang adalah gereja Tuhan. Gereja Tuhan harus belajar dan membiasakan diri untuk melihat sakral dan sekular bukan diidentifikasi dengan Yahudi dan non Yahudi melainkan milik Kristus dan bukan milik Kristus. Inilah pemisahannya dan kita perlu belajar, gereja Tuhan adalah satu, tidak terikat suku, bangsa, bahasa namun diikat oleh pengakuan iman dalam Kristus Yesus saja. Yang menyedihkan adalah sekarang dalam gereja ada warga kelas satu dan kelas dua, warga yang mampu dan kurang mampu, warga yang boleh sedikit mendongak dan warga yang wajib untuk sedikit menunduk; bukan warga yang organis yang hidup dan diikat oleh saling relasi antara anggota tubuh. Saya miris kalau kita lebih banyak memiliki teman akrab diluar gereja ketimbang di dalam gereja. Gereja menjadi ajang penegakan kesucian, sehingga sangat hobi untuk mematahkan buluh yang terkulai lemah dan meniup sumbu yang sudah pudar, sambil berteriak dengan angkuh, heh kamu dasar ranting yang tidak berbuah, enyahlah kamu ke neraka; sementara itu dunia diluar kita menawarkan perkumpulan yang bisa menerima kita apa adanya, teman berkumpul kita yang sangat baik sering kali bukan Kristen. Semangat ini ditangkap oleh orang-orang yang mengadakan Pria Sejati dan Wanita bijak, mereka berani mengaku dosa, hidup apa adanya dan pada saat yang sama saling menerima; Pdt. Stephen Tong mengatakan bahwa hal ini berbahaya karena gereja kehilangan kekuatan untuk menjadi suara hati Tuhan yang menyatakan kesucian ditengah-tengah dunia ini. Hardikan Paulus bukan untuk memecahkan gereja, namun justru untuk menyatakan bahwa dalam Kristus tidak ada lagi golongan sunat dan golongan non sunat, dimana secara khusus golongan sunat adalah golongan yang lebih tinggi. Mari kita sebagai gereja Tuhan menyadari hal ini, inilah Injil sukacita itu, inilah berita baik, yaitu bahwa kia adalah satu, kita semuanya tak bersunat dalam artian non Yahudi, namun kita disatukan didalam Kristus Yesus. Betapa indahnya bila kita menghidupi Injil ini, kita adalah satu, memberanikan diri kita untuk keluar dari kaleng-kaleng privasi kita, saling mengasihi dari yang sehat hingga yang lemah, tua muda, kaya miskin semuanya adalah satu tubuh.

Petrus bukan manusia yang tidak mengenal Injil, dia sedang makan dengan orang-orang yang tidak bersunat, itulah kondisi yang sedang terjadi dalam cerita Paulus, dia sangat mengerti bahwa mereka adalah satu dalam iman terhadap KristusYesus, namun ketika orang-orang golongan Yakobus datang, (orang-orang dari pusat itu datang), Petrus beringsut pergi. Saya mendapatkan kesan bahwa hal ini berlangsung pada waktu itu, bukan terjadi selama berhari-hari. Petrus yang sudah mengerti, Petrus yang gagah perkasa, satu-satunya murid Tuhan yang dengan berani memotong telinga Malkhus waktu Yesus akan ditangkap, kini beringsut pergi; meninggalkan meja pelan-pelan. Dia tidak mengatakan kepada orang-orang tak bersunat bahwa mereka harus disunat, namun disisi yang lain dia juga memilih untuk tidak berpanjang-panjang menjelaskan alasan mengapa dia berani makan bersama orang tidak bersunat kepada golongan Yakobus itu; dia mengambil langkah yang lebih aman dengan pergi saja meninggalkan meja. Satu buah langkah yang diambil ketika dia lari dari tuduhan seorang budak perempuan bahwa dia adalah murid Yesus. Tekanan pada waktu dia menyangkali Tuhan sangatlah hebat yaitu bahaya kekuatan kerajaan Romawi. Dalam kisah para rasul kita sudah melihat bahwa dia sudah bertumbuh dan menang terhadap tekanan sedemikian, dia dengan berani masuk penjara demi Injil Tuhan, namun ketika tekanan yang lain datang dia justru gagal. Tekanan yang dialami sekarang adalah dari rekan sekerjanya. Rasul yang besar ini meninggalkan meja hidangan dan pergi. Tekanan yang kuat ini membuat dia yang sangat dituakan mundur, dan akibatnya orang-orang yang lebih muda dari dia pun mengikuti. Bahkan Barnabas, orang yang bersama dengan Paulus menginjili orang-orang tak bersunat turut berlaku munafik dengan mengundurkan diri. Ternyata peer pressure bisa sangat menekan. Saya percaya dalam hidup kita ada banyak bentuk tantangan yang menghadang kita untuk dengan anggun dan berani menyatakan iman kita, ada banyak hal yang membuat kita mengepit ekor kita, entah itu tekanan fisik, tekanan mental dari kawan kita dsb. dan hal yang berbahaya adalah bahwa ketika dia yang dianggap sebagai orang yang dituakan melakukan hal itu maka yang muda-muda pun ikut. Ketika Tuhan Yesus berhadapan dengan perempuan yang tertangkap berzinah, dan orang yang mau melempar batu dari yang paling tua mengundurkan diri, maka yang muda menjadi ikut. Hati-hati dengan kita, kita adalah orang yang harus menjadi contoh dan teladan, hal ini mestinya menjadi satu sweet burden yang menjaga hidup kita, secara khusus sebagai pembawa Injil berita baik tersebut.

Paulus menegur Petrus dengan terang terangan. Jika dia seorang Yahudi kini hidup secara kafir (ia makan dengan orang yang tak bersunat), mengapa orang yang tak bersunat harus disunatkan. Petrus tidsak konsisten, di satu pihak dia makan dengan orang tak bersunat, namun tindakannya undur dari mereka menunjukkan bahwa dia tidak mau bersama dengan orang yang tak bersunat. Sekali lagi ketidak konsistenan dalam hidup bisa terjadi dalam hidup kita ketika tekanan datang menghampiri kita. Kisah ini dicatat oleh Paulus masuk kedalam suratnya sekali lagi untuk menegaskan otoritas kerasulannya. Dia memang junior dibanding Petrus, namun dia benar dan terhadap Injil Tuhan yang tidak boleh dikompromikan. Dia bersikap tegas sehingga dia harus menegur. Otoritas berita nya bukan berasal dari dirinya sendri, namun dari Tuhan yang mengutusnya; inilah yang menguatkan kita. Kalau bergantung pada diri kita sendiri, kita tidak bisa memberitakan Injil, atau Injil kita hanya laku untuk orang-orang yang sekarat dirumah sakit; namun Paulus punya keyakinan yang besar akan beritanya yang dari Tuhan sehingga dia tidak sedikitpun ragu bahkan untuk menegur Petrus (sang sokoguru). Semestinya kita berani untuk menghidupi amaran Injil Paulus ini, berita bahagia ini, kelepasan manusia dari dosa ini, yang kita peroleh melalui iman di dalam Kristus Yesus Tuhan kita, bukan dengan menjadikan kita Yahudi. Kiranya nama Allah dipermuliakan sampai selama-lamanya.


GOD be praised!!!

No comments:

Post a Comment