Sunday, August 2, 2009

Yesus dan jati diri kita

Yohanes 1:1, 14; 2:13-22

Yohanes adalah buku penginjilan yang sangat unik. Dia memulai dengan cosmic Christ dan langsung menjabarkannya dalam histrorical Jesus yang dituturkan dalam kisah-kisahnya. Dua hal ini yang terus menjadi perdebatan pada abad-abad awal kekristenan. Gereja mula-mula kesulitan untuk menerima Allah yang bersalut daging. Kita tidak mudah menerima bahwa pernah ada waktu dimana Yesus belum bisa berjalan, di mana Dia belum bisa membalik badannya sendiri, di mana untuk kehidupan-Nya seolah-olah Dia bergantung kepada Maria, namun pada zaman kita banyak orang yang kesulitan menerima cosmic Christ, mana mungkin Dia manusia kok dianggap Allah. Namun dengan sangat luar biasa Yohanes merangkumkan keduanya. Dia memulai dengan menyatakan mengenai Firman yang kekal, yang ilahi, yang adalah hidup, yang adalah terang; tema-tema filsafat menjadi kendaraan dalam menuturkan keilahian Kristus. Namun dia langsung mengerucutkan perdebatannya sampai kepada Yesus yang menjadi manusia. Inilah keunikan Allah kita, kita memiliki cosmic Christ, dan kita memiliki historical Jesus. Kita memiliki TUHAN semesta alam, yang kepada-Nya semua mahluk harus tunduk, kita melihat Allah yang menciptakan langit dan bumi, yang menjadi awal mula dari semua bangsa, yang bukan hanya Allah Israel, namun Allah yang juga menghukum Asyur, yang meremukkan Babel, yang menghardik dan mempertobatkan Niniwe, namun Allah juga pernah berjalan-jalan di tepi danau Galilea bersama dengan mereka. Hal ini sangat kuat dalam pemikiran orang-orang Yahudi, dan hal ini sangat penting untuk kita hidupi.

Kita perlu untuk memiliki kekaguman yang dari Allah karena Allah sendiri yang menciptakan segala sesuatu, dan hal terlebih lagi bahwa itu dinyatakan kepada kita yang mana orang-orang non Kristen tidak dapat mempercayai bahwa itu adalah karya Allah, kita melihat segala sesuatu sebagai hand made dari Allah, harusnya itu sangat kuat menjadikan hidup Kristen hidup yang sangat bervitalitas. Bagi saya hidup Kristen adalah satu-satunya hidup yang layak untuk dihidupi. Apa itu bubur ayam joko??? bubur ayam Joko adalah beras yang dimasak dengan air yang banyak, dicampur dengan ayam yang sudah dicabut bulunya dan direbus lalu dicabik-cabik dagingnya dan dimasukkan kedalam sebuah mangkuk. Dengan demikian kita hanya melihat bubur ayam itu sebagai fenomena alam, namun bubur ayam itu bukan sekedar itu, bubur ayam itu adalah pemeliharaan Allah yang mengasihi kita, Allah yang hidup, yang memperhatikan kita, yang memelihara kita dengan tangan kasih yang begitu hebat. Pekerjaan kita itu seperti Allah yang mencintai kita sedang menitah kita untuk berjalan, seperti kita menggandeng anak kita waktu dia sedang belajar berjalan, tentu ada beberapa kali kita terjatuh dan sakit, namun hal itu indah, Tuhan sedang memimpin kita dalam satu stage dalam hidup. Bayangkan lebih layak mana view tersebut untuk kita hidupi ketimbang pekerjaan kita pandang sebagai ajang banting tulang untuk kita mendapatkan sesuap nasi (atau berton-ton beras). Itulah yang ada dalam bangsa Yahudi, mereka memperkatakan karya Allah yang nyata ditengah-tengah mereka hari demi hari, sesungguhnya itu adalah realita yang benar. Standar realita adalah Allah sendiri, waktu saya melihat baju ini, apakah yang akan lebih benar, atau lebih akurat, baju ini adalah secarik kain yang dipotong dan dijahit atau ini adalah selimut indah yang dipakaikan Tuhan untuk menyelimuti anak-Nya supaya tidak masuk angin dan sekalian untuk menutup kemaluannya. Orang mungkin bicara yang pertama itu objektif dan yang kedua itu subjektif (berdasarkan penafsiran saya sendiri), tapi saya berani berkata bahwa keduanya objektif dan yang pertama tidak lebih benar dari yang kedua. Yang sering menjadi masalah adalah kita sering memasukkan Tuhan dalam koper-koper privat, menguncinya rapat-rapat seolah Dia tidak nyata dalam hidup kita sehari-hari.Yang kedua tidak bisa diukur. Namun sebenarnya hal itu adalah sesat, yang tidak bisa diukur tidak harus menjadi kurang objektif, hal itu hanya membuktikan bahwa stanadar pengukur kita yang tidak lengkap. Sekali lagi cosmic Christ, TUHAN semesta alam, Allah yang menjanjikan keturunan kepada Hawa, Allah yang mengeringkan laut merah, Allah yang menyambar korban diatas mezbah Elia, juga adalah Allah yang menyatakan diri di dalam historical Jesus yang berjalan-jalan ditepi danau Galilea, juga adalah Allah yang makan ikan bakar bersama murid-murid-Nya. Bukankah ini amazing, the Word became flesh, sang Firman itu sendiri kini menjadi manusia, dan tinggal bersama-sama kita (1:14) dwell among us. Kisah ini tidak berhenti pada orang-orang Galilea, pada nelayan-nelayan itu, Injil dipenuhi janji akan penyertaan Yesus Kristus yang tidak pernah berhenti. Tuhan mengatakan bahwa Dia tidak meninggalkan kita, Dia terus menyertai kita lewat Pribadi ketiga Allah Roh Kudus, Allah terus beserta kita.

Allah beserta kita ini sebenarnya mejadi tema hidup orang-orang Ibrani, mereka memperkatakan itu, menyanyikan itu, merayakan itu. Dalam dunia modern ini kita sudah memisahkan aspek-aspek demikian dalam hidup kita sebagai tindakan-tindakan break atau sekedar ice breaker dalam padatnya hidup kita. Nyanyian itu kita anggap sebagai selingan musik di dalam hidup kita, kita bersenandung di dalam kamar mandi, setelah itu kita kembali bersitegang di dalam kantor, mengrenyitkan dahi ketika kita kembali ke dalam “dunia nyata”, kita merayakan ulang tahun kita, kita pergi makan ke restoran beberapa kali dalam setahun sebagai break dalam hidup kita, dan sayangnya, kita hanya berhenti sampai di sana. Orang-orang Ibrani merayakan dan menyanyikan kebaikan TUHAN. Mereka menyanyi berbalas balasan, kuda dan penunggangnya dilempar kedalam laut. Tradisi menyanyi ini terus dilanjutkan hingga kini, ini adalah testimoni, ini adalah kesaksian mengenai apa yang mereka alami. Mereka merayakan panen, merayakan itu mengguntingi bulu domba, mereka mereyakan paskah, mereka menuturkan dalam hidup mereka dengan sangat heboh, “eh iya lho TUHAN yang melemparkan kuda dan penunggangnya”, mereka menyanyikan apa yang mereka alami, dan terkadang membuat kesimpulan bahwasanya TUHAN baik, untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. Apa yang terjadi dengan kita??? Kita sering menyanyi dengan bohong, dibawah salib Yesus kutinggallah teduh, tetapi kita berbohong, kita tidak merasa tertekan dan lalu berhambur kebawah salibnya meminta perlindungan seperti seorang hamba yang berteriak minta belas kasihan kepada Tuan nya, atau seperti seorang anak yang memohon kepada papanya, appeal to Him. Kita hanya punya otak yang mengingat baris-baris kalimat yang mampu untuk menganalisa lagu, betapa not-notnya indah, betapa ada progresi dari satu ayat ke ayat lainnya baik, namun itu bukan lagu kita. Saya sangat kepada Fanny Crosby sebab dia menyanyi This is my story this is my song. Ini adalah lagu kita, tinggal bersama-sama dengan Allah, hidup bergaul dengan Dia. Word became flesh, cosmic Christ dan historical Jesus, keunikan Allah Abraham, Ishak dan Yakub, keunikan Allah kita, Dia adalah Allah kita, saudara dan saya, kepada kitalah Dia mengikatkan Diri. Dengan demikian masih maukah kita melacurkan diri untuk hal-hal yang lain, masih maukah kita melihat hidup ini sangat tersendiri, apakah penyakit kita sangat menakutkan dan mengentarkan kita??? Jangan, rugi kita. Bom mengagetkan kita??? Nda usah!!! Bom, penyakit, kemiskinan, dengki boleh mengingatkan kita, membawa kita pada ratapan, betapa dunia ini sangat jahat, manusia sudah kehilangan arah tidak pernah melihat Alkitab. Alkitab menulis bahwa manusia adalah gambar Allah, karena itu Dia berkata kepada Nuh bahwa siapa yang menumpahkan darah, maka darahnya akan tertumpah, namun orang-orang sekarang hanya bisa melihat manusia sebagai barang yang kompleks saja, kalau menghalangi boleh kita singkirkan. Kita mungkin meratap, namun ratapan kita tidak berhenti sampai hanya pada ratapan, sebab kita memiliki Tuhan Yesus. Tuhan Yesus (Allah yang berkuasa namun juga senantiasa menyertai) yang menang, mari kita hidupi cerita indah ini, ini adalah my story, dan saya akan lebih suka menyanyikannya this is our story sebab Dia bukan cuma Tuhanku namun Tuhan kita, Tuhan Abraham adalah Tuhan kita juga, Tuhan yang menjadi manusia itu adalah Tuan kita.

Namun apa yang terjadi dalam kisah yang kita baca tadi. Kehidupan mereka sebagai bangsa yang disertai oleh TUHAN, salah satunya dilambangkan dengan bait suci. 2 Taw 6:20 inilah original bait suci itu. Dalam bait suci tersebut tabut Allah nantinya diletakkan dan itu menjadi kiblat, bukan mengarahkan hati pada tabut itu, namun kepada Allah. Spiritualitas seperti ini banyak dipakai dalam Alkitab, memberikan sebuah perlambang lalu lambang itu memberikan signifikansi akan realita dibaliknya. Perayaan-perayaan Israel bukan hanya untuk merayakan panen namun merayakan Allah yang memelihara mereka, termasuk bait suci yang dibangun Salomo, ditujukan sebagai kiblat, bukan karena Allah memang hanya ada dalam bait itu (dalam ay 18 dikatakannya bahwa langitpun tidak akan sanggup untuk memuat Allah), karena itu kiblat jangan disakralkan, poin ini juga muncul pada peringatan Tuhan Yesus kepada perempuan Samaria bahwa menyembah Allah adalah di dalam roh dan kebenaran bukan sekedar masalah kiblat. Namun kiblat juga bukan nothing sekali lagi hal tersebut memberikan signfikansi keberadaan Allah yang tinggal, dwell diantara umat-Nya. Karena itulah bait suci merupakan kebanggaan umat Israel dan akhirnya menjadi kebanggaan bangsa Yahudi, kita mengingat lagu tangisan perih dalam Mzm 137 ditepi sungai-sungai Babel kami duduk sambil menangis mengingat Sion. Kepada bait suci inilah Tuhan Yesus melancarkan aksinya. Apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus adalah membersihkan bait sucinya dengan hati yang berkobar-kobar; kisah ini dicatat diawal secara unik hanya oleh Injil Yohanes. Berbeda dengan Injil-injil Sinoptik, Yohanes memakainya untuk menyatakan siapa Yesus itu sendiri. Untuk mempermudah upacara persembahan, maka hari raya merupakan rejeki bagi para pedagang, menjadi satu ajang perputaran uang yang booming pada hari-hari tertentu dalam setahun. Seperti halnya PRJ akan kebanjiran pengunjung pada beberapa minggu dan menghasilkan geliat perputaran uang yang cukup besar, bait suci juga menjadi tempat berdagang yang unik, orang-orang Yahudi berkumpul dan perlu untuk menukarkan uang, juga melakukan transaksi jual beli sapi, kambing, domba, burung dsb. Hal ini mengesalkan hati Tuhan Yesus, Dia tidak rela rumah yang semestinya mejadi kiblat orang mencari TUHAN, menjadi kebanggaan kebersamaan Allah dengan umat-Nya, kini dijadikan tempat untuk berjualan. Yohanes mencatat bahwa hal tersebut mengingatkan murid-murid-Nya akan ayat dalam Mazmur bahwa cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku. Ini adalah provokasi Yohanes yang pertama dalam bagian ini, Yohanes menggunakan Mazmur Daud ini langsung kepada Yesus Kristus sang Anak Daud, inilah cara penginjilan Yohanes yang sangat tepat menohok pada jantung pertahanan orang-orang yang masih terus bertanya dan menanti Mesias, sang Kristus. Seringkali dalam penginjilan kita mengerucutkannya hanya pada 5 kata ajaib, dosa, mati, darah Yesus, sorga; padahal orang yang kita injili tidak sedang bergumul pada masalah sorga dan neraka; lalu kita kutuk dia sebagai orang kedangingan yang hanya berpikir duniawi dsb. kita tidak sadar bahwa ketika berkata demikian kita sendiri sedang menyempitkan Injil secara Platonistis. Kita berusaha untuk seret orang ke dalam pergumulan Luther akan sorga neraka. Yohanes sangat contex sensible ketika dia berbicara, dia menyatakan Mazmur Daud, tekanan menimpa kepada Daud karena setia dan cintanya kepada TUHAN, Anak Daud yang terus dinantikan oleh orang Israel sebagai eskatologi PL, sebagai pengharapan orang-orang PL itu kini sudah datang. Orang yang mendengar pembacaan Injil Yohanes ini semestinya ditemplak dengan keras, hey ini sudah disini, kamu rindu akan Anak Daud itu, ini dia ada disini!!! Sang Mesias itu memiliki semangat yang membara terhadap Allah, bukankah ini membuat kita malu, kita membara ketika mencari uang, namun lesu untuk berdoa, untuk bersekutu, untuk belajar Firman. Pernyataan Yohanes sangat frontal, yaitu Anak Daud itu kini ada disini, ya Yesus itulah Anak Daud.

Namun reaksi yang sangat mengejutkan kita lihat pada orang-orang Yahudi. Ini ironi yang sangat besar, orang-orang Yahudi sedang akan merayakan Paskah, merayakan bagaimana Allah menebus mereka, mengalahkan musuh, dan menghapus dosa mereka, dan kini Allah sejati, Sang Penebus mereka sudah hadir ditengah-tengah mereka, namun yang terjadi adalah mereka tidak pecaya, mereka marah dan meminta tanda. Saya heran mengapa Yesus tidak mau mengirim saja malaikat dari sorga JREEENG supaya mereka semua tahu, mereka semua tutup mulut. Dia memang mau memberikan tanda itu, namun Dia tidak memberikan tanda seperti apa yang merekamau, Dia memberikan tanda yang sangat tidak bisa mereka terima. Tuhan menyuruh mereka merobohkan bait suci itu dan Dia akan membangunnya dalam 3 hari. Ini menjadi provokasi kedua dari Yohanes, yaitu bahwa bait suci tersebut adalah tubuhnya sendiri. Mengenai tanda, sering kali Tuhan memakai tanda yang tidak seperti apa yang kita mau dan hal tersebut membuat kita jengkel. Tuhan memang memberikan tanda tersebut, tanda itu adalah suffering Messiah bait suci tersebut akan mereka robohkan, Kristus Yesus akan mereka bunuh, namun Dia akan bangkit, Dia membangun-Nya dalam 3 hari, ini hal yang sangat luar biasa. Apa tandanya sehingga Dia boleh mengobrak-abrik perdagangan di sana, apa tandanya bahwa Dia memiliki hak, tandanya adalah bahwa Dialah Sang Raja dan Raja tersebut akan dimatikan. Ironi yang dibangun oleh Yohanes ini semestinya memuat kia menutup mulut kita karena ngeri, Dia, sang Imanuel akan dibunuh. Bukankah ciri, dan kebanggaan bangsa Yahudi adalah bahwa Allah beserta mereka, dan hal itu ditandakan oleh bait suci, namun ketika sang “Allah beserta kita” benar-benar ada ditengah mereka, maka mereka menyalibkan-Nya, karena Dia berani mengusik kebanggaan mereka, mengusik bait suci mereka. Ini sangat celaka, ketika Tuhan menyertai kita dan Dia memberikan satu kemujuran bagi kita, lalu kita berpegang erat pada simbol tersebut dan kita menyingkirkan Tuhan yang sejatinya adalah berkat itu sendiri yang sejati.

Yesus adalah bait itu, Yesuslah penyertaan Allah yang genap, yang mengecam kejahatan, yang zealous terhadap Allah, yah provokasi Yohanes ini juga masih berlaku bagi kita saat ini. Yang Allah adalah Yesus bukan uang, bukan kemahsyuran. Dialah kiblat, ketika orang menoleh memohon berkat, memohonkan ampunan, meminta restorasi, Yesuslah kiblat, Yesuslah bait suci tersebut. Kita melihat satu tembusan yang sangat jauh yang diutarakan oleh Paulus bahwa kita inilah, gereja Tuhanlah bait suci itu, kita inilah bait Roh Kudus, bersama-sama kitalah Dia tinggal, dan kitalah semestinya yang kini menjadi kiblat bagi orang yang mau datang kepada Tuhan. Dalam artian bahwa dunia semestinya menoleh kepada kita dan kita ini kiblat, kita bukan Allah, namun Allah beserta kita, maka semestinya kita mampu untuk menunjukkan jari kita untuk mengarahkan dunia kepada Allah yang sejati. Ah tetapi tidak, kita lebih suka untuk membunuh saja Yesus, kita bungkam saja Allah Roh Kudus yang bersama-sama kita, karena Dia sering terlalu cerwet dan berani menuduh kita, bahkan merontokkan kebanggaan-kebanggaan kita. Bagaimana kita??? Eugene Paterson menyatakan bahwa cerita itu mengundang kita untuk masuk kedalamnya, cerita itu adalah cerita kita, kita bercermin didalamnya, mari sebagai gereja TUHAN kita bukan sekedar menghidupi cerita orang-orang yang membunuh Yesus namun kita hidupi kisah kita sebagai bait, gereja TUHAN sebagai taman bersemayam Allah Roh Kudus sendiri yang dwell among us. Dimana orang yang kelelahan dan kehausan, ditekan oleh musuh dan bencana kelaparan akan mengarahkan wajah,dan melalui kitalah orang akan memuja nama TUHAN. Amin!!!

GOD be praised!!!

No comments:

Post a Comment