Wednesday, May 13, 2009

Redeemed Life

Roma 8:1-9
Dunia Modern adalah dunia yang ditandai salah satunya dengan performa. Nilai manusia diukur dari bagaimana dia bisa melakukan performa yang dipandang baik. Salah satu ukuran keberhasilan seseorang adalah: produktifitas. Mulai masa kecil, seorang anak berusaha untuk “berpresasi” dengan cara seperti: menghabiskan makanan dengan cepat untuk mendapatkan penerimaan orang tuanya, berusaha untuk sekolah dengan baik, anak remaja berusaha untuk menjadi keren, dan seorang pekerja berusaha habis-habisan untuk menjadi semakin produktif. Bentuknya berbeda beda, namun sebagian besar dari mereka adalah orang yang ingin memberikan performa yang bagus, sebab itulah salah satu ukuran dari zaman yang masih memperlihatkan warna pekat Modern ini. Ukurannya bisa sangat variatif namun tujuannya adalah untuk memberikan performa, entah menjadi cantik bagi seorang anak remaja, menjadi kaya bagi seorang eksekutif muda, menjadi pandai bagi pelajar, atau menjadi pintar berkhotbah bagi pendeta. Ukurannya adalah performa. Hal lain yang sangat mencolok dalam zaman modern ini adalah hasrat untuk mengontrol. Manusia suka dengan hal-hal yang bisa dikontrol, bisa diatasi; kita bisa dengan jelas melihat hal tersebut dari warna hidup zaman ini: segala hal yang tersistematis, job description yang jelas bagi pekerja, “aturan main” yang sangat jelas dsb. Sementara itu pada zaman Postmodern, orang sangat suka berbicara mengenai cinta, mengenai toleransi, mengenai menerima tanpa syarat dsb. Nah pada zaman inilah kita tidak mendapatkan ruang untuk merenungkan mengenai amarah, murka, penghukuman Tuhan. Di satu sisi, zaman kita menggilas kita, merong-rong waktu kita hingga tidak tersisa lagi sedikitpun bagi kita saat untuk merenungkan kesucian Allah, emosi, dan amarah serta penghukuman-Nya. Sementara itu maraknya slogan “mencintai apa adanya” membuat kita asing dengan murka Allah yang menyala-nyala.
Pasal 8 ini dibuka dengan pernyataan mengenai kebebasan dari hukuman. Sekali lagi, pada zaman ini kita tidak cukup sense mengenai kebebasan dari hukuman ini. Mari kita bertanya pada diri kita sendiri, seberapa besar kita bergidik ketakutan akan penghukuman Allah, seberapa besar sukacita kita akan pembebasan dari hukuman ini. Kita hidup dalam dunia yang begitu disibukkan dengan berbagai aktivitas, kita ditutup oleh begitu banyak rutinitas sehingga kita tidak memiliki lagi waktu untuk “diam”. Terkadang waktu “diam” menjadi waktu yang begitu mengerikan; mari kita mencoba untuk pause dari kesibukan rutinitas kita, dan kita benar-benar diam, merenung diam namun tetap sadar, bukan diam dan tertidur karena letih; mungkin waktu itu menjadi waktu yang mengerikan bagi kita. Rutinitas kita yang begitu menggilas diri kita, meski terkadang serasa begitu melelahkan kita, disisi yang lain itu menjadi kota-kota perlindungan kita dari penghakiman Tuhan. Ketika kita bergerak, bersibuk-sibuk meski badan lelah namun kita terhindar dari waktu “diam” dimana kita disadarkan bahwa Tuhan berhadapan langsung dengan kita. Inilah spiritualitas yang sejati, yaitu sadar bahwa kita sedang hidup dihadapan Allah. Sebenarnya adalah suatu hal yang aneh dan celaka bila kita tidak merasa ngeri akan penghukuman Allah; ketika kita tidak takut akan penghukuman Allah maka kita susah untuk mendapatkan arti “tidak ada penghukuman”. Kesadaran akan teror penghukuman membuat kita dapat lebih menghayati pengampunan dan menikmatinya dalam ungkapan syukur yang jujur.
Dimerdekakan oleh Roh. Dalam Gereja Reformed Injili kita sudah begitu sering mengengar doktrin keselamatan klasik Reformed. Kita bicara mengenai anugerah, predestinasi, dsb. Celakanya masalah keselamatan yang menjadi satu hal yang begitu penting ini, kini telah menjadi satu hal yang sangat biasa bagi kita. Doktrin keselamatan yang mengajarkan adanya jaminan, alih-alih membuat orang Kristen merdeka, seperti yang dinyatakan oleh Calvin, yaitu bahwa ketika kita dimerdekakan maka kita menjadi merdeka untuk mempermuliakan Tuhan, kita justru menganggap murah anugerah Allah itu dan hal tersebut membuat kita terlalu lengah dan begitu permisif terhadap diri kita sendiri. Ini menjadi satu hal yang begitu penting; keselamatan adalah pembebasan, namun pembebasan dari apa??? Waktu ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa adalah waktu mereka hendak membebaskan diri dari Allah, namun keselamatan adalah pembebasan dari hukuman, pembebasan dari murka Allah, dan jaminan tersebut dikatakan oleh Calvin adalah sebuah dasar yang begitu kuat mengenai kebebasan kita untuk mempermuliakan Allah. Inilah definisi mengenai kebebasan Kristen. Kebebasan Kristen bukan seperti yang banyak dikatakan oleh banyak orang, yang hanya menekankan pada satu aspek yang sebenarnya ingin memuaskan keinginan diri sendiri. Orang Kristen bebas makan babi, bebas dari hari-hari keramat, bebas dari keribetan benyak tahyul. Intinya adalah kebebasan kita dari berbagai tuntutan. Namun kebebasan Kristen disisi yang lain adalah kebebasan untuk melakukan kehendak Allah. Kebebasan bukanlah kita bebas melakukan apapun tanpa kekangan, kebebasan Kristen adalah ketika kita hendak melakukan kehendak Allah, maka kita benar-bebas bebas untuk melakukannya.
Hal selanjutnya yang perlu kita perhatikan dalam argumentasi Paulus ini adalah bagaimana respon manusia yang hidup di dalam Roh. Yaitu hidup memperkenankan Allah. Ini adalah hal yang tidak pernah boleh kita lepas dalam doktrin keselamatan kita. Orang yang ditebus adalah orang yang dibawa dalam perdamaian, ditarik dari perseteruan terhadap Allah (yang berarti maut) kepada hidup yang bebas dan merdeka yaitu kebebasan untuk mempermuliakan Allah. Bagaimana hal tersebut dimungkinkan, yaitu di dalam Kristus Yesus. Namun orang-orang yang diluar iman terhadap Kristuspun bisa setuju dengan pernyataan diatas. Mereka bisa berkata :”Yesus telah begitu baik, begitu sempurna Dia telah menjadi sebuah penggerak yang luar biasa, mari kita hidup seperti Dia. Kisah Yesus mirip seperti kisah patriotisme satu orang pahlawan yang berjuang dengan begitu gigih, mencucurkan darah dan air mata, perjuangan tersebut menjadi sebuah motor yang menggerakkan manusia yang lain untuk juga berjuang dengan begitu tekun. Ketika Kristus telah berbuat kebaikan yang luar biasa maka sudah sewajarnya kita seperti Dia yang telah berbuat baik itu. Kristus adalah teladan kita, Dia yang hidup dalam daging yang sama dengan kita, dicobai juga dengan berat, namun Dia tidak berdosa, maka mari kita contoh Dia sebagai simbol humanitas yang agung”. Namun apakah hal tersebut cukup??? Tidak!!! Sesungguhnya Kristus bukan sekedar teladan yang agung, Dia bukan sekedar teladan manusia, namun Dia adalah Kepala kita, Dia adalah Adam yang terakhir, yang meremukkan kepala ular, yang membebaskan kita dari perbudakan. Mencontoh Kristus sebaai teladan sama sekali tidak cukup; kekuatan manusia tidak cukup, namun dalam Krtistuslah kita mendapatkan kekuatan untuk mencintai dan mempermuliakan Tuhan. Bagi orang percaya, ada kuasa yang menyertai, dan hal tersebut memampukan kita untuk hidup benar bagi Allah.
Surat Roma ini begitu khas berbicara mengenai dosa manusia dan bahwa murka Allah telah disiapkan untuk pendosa. Namun dalam Kristus ada kuasa besar yang membebaskan kita. Apakah kita mensyukuri hal ini??? Inilah yang ditekankan dalam teologi Reformed, yaitu bahwa kuasa Allah lah yang memapukan kita, itu adalah anugerah dan karya Allah. Apakah kita merasa bahwa kita sulit sekali lepas dari dosa, apakah kita merasa bahwa kita tidak mampu??? Memang hanya di dalam Kristus kita mampu, dengan kekuatan kita sendiri kita tidak mampu. Kita yang percaya kepada Kristus dan terus bergantung kepada-Nyalah yang akan dijadikan mampu.
Elia adalah seorang hamba TUHAN yang begitu besar dan terkenal. Melalui mulutnya TUHAN mengeringkan Israel dengan tidak menurunkan hujan. Dalam sebuah peperangan rohani besar Elia membungkam 450 nabi Baal dalam peristiwa pengorbanan di gunung Karmel. Namun setelah dia mendengar sumpah Izebel dia menjadi begitu frustasi. Dia meminta untuk mati kepada TUHAN. Dia tidak sudi mati ditangan seorang kafir yang mana hal tersebut membuat nama TUHAN dihina. Mengapa nabi Allah yang begitu besar ini menjadi begitu frustasi??? Ketika TUHAN bertanya apa yang dilakukan Elia, maka Dia mulai melihat kepada dirinya sendiri yaitu bahwa dia telah bekerja segiat-giatnya untuk TUHAN smesta alam, dan bahwa orang Israel sekalian telah menyeleweng. Dia melihat dirinya yang bekerja segiat-giatnya, dia gagal melihat TUHAN yang bekerja. Jawaban TUHAN sungguh mencengangkan, Aku akan menyisakan 7000 orang yang tidak pernah mencium Baal. Bukan Elia sendiri yang bekerja segiat-giatnya, namun Allah yang menyisakan 7000 orang, yang menjadi pusat adalah Allah sendiri, bukan diri kita sendiri. Dalam perjuangan kita dalam dunia ini kita tidak akan mampu bila kita terus berfokus melihat kepada diri kita sendiri. Kita adalah umat tebusan Allah, tidak semestinya kita berbuat dosa, seperti halnya orang yang masih terbelenggu dan belum dibebaskan; kita terus bergantung kepada sang Kepala kita, Kristus yang membebaskan kita. Kita dibebaskan dari penghukuman Tuhan, kita dimungkinkan untuk hidup bagi Dia, bukan dengan kemampuan kita tapi dalam kuasa Kristus. Mari kita kembali merenungkan natur diri kita, memikirkan bahwa kita adalah didalam kekepalaan Kristus, dan bahwa di dalam Dia kita menghidupi kemerdekaan kita untuk mempermuliakan Allah.
Form Bintaro with love...
GOD be Praised!!!

No comments:

Post a Comment