Sunday, June 28, 2009

Khotbah Petrus - Pentakosta

Kisah Para Rasul 2

Kita akan melihat khotbah yang dicatat Lukas berkaitan dengan peristiwa Pentakosta untuk kita mendapatkan gambaran yang lebih utuh mengenai peristiwa fenomenal ini. Pertama kita akan lebih terfokus pada khotbah Petrus. Khotbah ini dicatat sebagai bagian yang menjelaskan peristiwa fenomenal tersebut, saya percaya ini merupakan pemeliharaan Allah. Alkitab tidak membiarkan kita berhenti pada pertanyaan-pertanyaan yang akan bergulir liar dengan membiarkan peristiwa fenomenal tersebut tanpa tafsiran. Kita melihat ada beberapa jenis respon terhadap peristiwa besar tersebut. Ada yang tercengang heran, namun ada juga yang mencibir dan mengatakan bahwa mereka sedang mabuk oleh anggur. Ketika berhadapan dengan sebuah peristiwa, kita akan melihat bahwa kita bisa meresponinya dengan sikap yang berbeda. Ada orang yang memang tidak percaya dan memutuskan untuk tidak percaya, namun ada mereka yang memang dikaruniakan Tuhan untuk mencari kebenaran. Disini kita melihat bahwa peristiwa spektakuler ataupun mujizat-mujizat besar tidak menjadi jaminan bagi seseorang untuk bertobat. Ev. Inawati Tedy menyatakan bahwa mujizat-mujizat yang diberikan sering kali tidak membuat manusia bertobat, tidak membuat manusia menjadi beriman. Dan hal tersebut kita lihat konfirmasi secara jelas dalam bagian ini, setelah khotbah Petrus, kita melihat bahwa banyak diantara mereka yang menjadi percaya, kalimat itu (bahwa banyak yang menjadi percaya pada ay 41) muncul bukan setelah mujizat besar tersebut terjadi melainkan setelah Petrus selesai memberikan khotbahnya. Iman muncul dari pendengaran akan Firman. Iman yang tidak didasarkan pada Firman adalah iman yang salah. Apa yang kita imani, apa yang menjadi dasar iman kita??? Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah yang dimaksudkan bahwa iman kita berdasarkan Firman. Apakah kita pikir bahwa bila dalam otak kita ada beberapa proposisi ortodoks atau seperangkat kalimat Kristen seperti :”Yesus Kristus satu-satunya Juruselamat; Tuhan Yesus mati disalib dan dibangkitkan” dsb. itu berarti kita sudah beriman sesuai dengan Firman??? Ketika ada rangkaian kalimat dalam kepala kita apakah itu berarti bahwa kita sudah beriman berdasarkan Firman tersebut??? Saya percaya tidak, apa yang terjadi dalam orang-orang yang menerima khotbah Petrus bukanlah demikian.

Kembali kepada peristiwa besar yang tadi. Kita mungkin banyak mendengar mengenai peristiwa Pentakosta selalu dihubungkan dengan lidah-lidah api yang menyala, bahasa-bahsa lidah (bahasa-bahasa) sebagai hal yang menyertai peristiwa Pentakosta. Namun Alkitab tidak berhenti hanya sampai disana, peristiwa itu dilanjutkan dengan perwartaan berita mengenai Kristus. Disini kita melihat bahwa peristiwa turunnya Roh Kudus berkaitan langsung dengan direbut kembalinya penafsiran kitab suci yang benar. Ada ortodoksi yang dipulihkan, ada pewartaan Firman yang benar. Mujizat besar yang terjadi di sini adalah untuk memberikan konfirmarsi terhadap berita Injil yang selanjutnya diberitakan. Peristiwa tersebut mengkonfirmasi Firman, bukan sebaliknya Firman berfokus kepada peristiwa besar. Dalam zaman kita ini sering terjadi keanehan yang luar biasa besar, yaitu bahwa Pentakosta lebih sering dikaitkan dengan lidah api, sementara khotbah dan Firman yang muncul dari mulut Petrus yang menjelaskan peristiwa itu justru disingkirkan. Ini sangat aneh namun tidak mengherankan. Kita memang hidup dalam zaman yang menggandrungi hal-hal yang spektakuler dan yang tidak biasa, dari iklan, model rambut, gaya berpakaian, group-group band, semuanya aneh, dan tidak heran di dalam gereja pun gejala keanehan juga sangat digemari. Pendeta memakai anting, khotbah yang aneh, pola kesembuhan yang aneh, tertawa, jatuh, bergetar-getar, kejang bahkan bersuara-suara seperti binatang, hal-hal aneh tersebut kita jumpai bahkan dalam gereja.

Khotbah Petrus dimulai dengan mengutip kitab nabi Yoel mengenai anak-anak yang bernubuat menjelang datangnya hari akhir. Hal ini lebih mengarah kepada masa Mesianis, masa yang menandai datangnya Perjanjian Baru, hal ini bisa kita lihat dari apa yang dinyatakan Petrus, yaitu berkaitan dengan Yesus. Yesus orang Nazaret yang telah melakukan banyak mujizat yang menunjukkan bahwa Ia adalah Tuhan, ternyata justru diapakukan oleh mereka. Manusia mengharapkan Mesias seturut dengan harapan manusia, ketika sang Mesias datang, dan itu tidak seturut dengan harapan mereka, maka Ia pun disalibkan. Ini sungguh ironis. Kita bilang bahwa kita merindukan Tuhan, kita ingin mengenal kehendak Dia, namun sesungguhnya kita lebih merindukan si tua berjenggot (sinterklas) ketimbang Mesias (yang dalam gambar sering juga berjenggot). Dalam hal ini kita mirip dengan orang-orang yang menyalibkan Yesus. Waktu berkata aku merindukan Tuhan, aku mengasihi Tuhan, sebenarnya yang kita dambakan hanyalah sinterklas yang akan membuat kaus kaki yang kita gantung menjadi menjadi kantong Doraemon yang bisa mengeluarkan apa saja seturut dengan apa yang kita mau. Karena itu ketika Tuhan datang, dan Ia menyatakan banyak hal yang kita tidak sukai maka kita cenderung untuk memakukan-Nya di atas kayu salib, kita marah kepada Tuhan. Mujizat ditujukan untuk menunjukkan siapa Dia sebenarnya, dan kita tidak suka akan hal tersebut. Kita menyukai mujizat hanya dalam nuansa bila mujizat itu mampu mengeluarkan apa yang kita mau. Ketika kita melihat orang yang kita tidak suka, yang telah melukai hati kita, dan orang tersebut menerima mujizat Tuhan, sehingga memiliki keadaan yang sangat baik, sementara kondisi kita seolah berada dibawah dia, kita justru menjadi gusar, karena mujizat itu bukan ditujukan untuk menyenangkan hati kita. Ini kecelakaan yang besar, kita salah menilai mujizat. Pada masa ini, banyak sekali kekacauan, ketika kita berharap Tuhan melakukan sebuah tindakan ajaib, kita mengharapkan mujizat terjadi, yang menjadi fokus kita bukanlah agar Tuhan semakin memperjelas pandangan kita mengenai siapa Diri-Nya sebenarnya, namun lebih supaya kita mendapatkan apa yang kita mau, dan ketika mujizat datang, dan kita semakin tidak mendapatkan apa yang kita mau, maka kita menjadi kesal. Yunus mendapatkan mujizat Tuhan, pohon jarak atas perkenanan Tuhan tumbuh, dan akhirnya mati, bangsa Asyur yang sangat jahat kepada bangsanya (Israel) menerima mujizat Tuhan (yaitu mereka bertobat), dan hal tersebut adalah mujizat yang mengesalkan hati, karena hal itu tidak mengenakkan dia sebagai bangsa Israel yang sudah sangat kesal kepada orang-orang Asyur. Mari kita ingat, ketika kita dengan berapi-api bercerita mengenai kebesaran Tuhan, kita bercerita mengenai mujizat Tuhan, maka dalam fokus cerita itu sering kali adalah ketika saya taat maka ajaib Tuhan menolong saya, bukan kita semakin mengenal Tuhan, tapi yang jadi fokus adalah bagaimana Dia menolong saya.

Dalam kedegilan hati mereka menyingkirkan Tuhan dengn hasrat yang jahat, namun Yesus tidak dibiarkan untuk terus mati, tidak mungkin hal tersebut terjadi. Yesus dibangkitkan. Sekali lagi kita melihat bahwa Petrus dengan jeli menggambarkan Perjanjian Lama (PL) dalam hal ini Kristus Yesus menggenapkan apa yang ditulis dalam PL. Untuk hal tersebut mereka adalah saksi. Inilah yang menjadi hal utama ketika Dia akan naik ke sorga; bagi Yesus, murid-murid tidak perlu untuk mengetahui saat ataupun waktunya, yang terpenting adalah Roh Kudus akan memberi kuasa untuk menjadi saksi.

Reaksi dari khotbah Pentakosta ini sungguh luar biasa. Merka sangat remuk hati. Mereka bertanya apa yang harus mereka lakukan. Inilah pekerjaan Roh Kudus, yaitu ketika kita dipulihkan, kita menjadi tremble (bergemetar) terhadap berita kematian dan kebangkitan Yesus, yang setiap Minggu telah kita lafalkan dengan latah (Pengakuan Iman Rasuli). Kita harus bertobat, sebab kita sudah menganggap sangat biasa berita besar ini, ini adalah berita klasik Kristen, bukan berita kuno yang bisa kita lafalkan secara sembarangan, Roh Kudus membuat kita bergetar ketika memandang kepada salib Kristus!!! Sebuah lagu American Negro Spiritual oleh JR Johnson, JW Johnson menggambarkan nuansa itu dengan sangat baik. Hadirkah kau waktu Tuhan disalib... oh itu membuatku gentar, gentar, gentar...

Efek khotbah Petrus ini berlanjut dengan kehidupan sehari-hari. Sekali lagi kita sering terjebak pada spektekularisme, dan menganggap biasa hal yang tidak spektakuler. Namun Pentakosta ini tidak berhenti pada kejadian-kejadian besar, melainkan berdampak pada hidup sehari-hari yang bersifat “biasa” . Semestinya hal ini membuat kita sadar akan tiap hal kecil yang adalah pemeliaraan Tuhan. Ketika kita melihat diri kita sedang dipelihara oleh Tuhan, setiap oksigen yang masuk ke paru-paru kita, yang mengalir di dalam darah dan masuk ke otak kita yang membuat kita bisa berpikir dengan baik, setiap butir nasi yang bisa diuraikan menjadi kalori, setiap sesapan susu yang masuk ke dalam tubuh bayi dan membuatnya bertumbuh, semua adalah hal yang biasa dan terjadi setiap hari, namun itu adalah pekerjaan Tuhan yang harus terus membangkitkan sense of awe, mendorong kita untuk terus terpesona pada karya pemeliharaan-Nya. Namun kita terbiasa melihat kontras, kita terbiasa melihat hal yang spektakuler, kita terbiasa melihat “hidup yang lebih hidup”, sehingga hal yang biasa membuat kita susah mensyukuri berkat Tuhan dalam hati kita. Dan kita menganggap hanya peristiwa besar sajalah karya Roh Kudus itu.

Sekarang kita melihat lagi dalam diri kita, ketika tiap tahun merayakan Pentakosta, ingatkah kita bahwa Allah Roh Kudus memberi kuasa dan kita pun menjadi saksi. Bukan sekedar dalam bersaksi secara linguistik (berkhotbah dengan rangkaian kata-kata, ataupun melakukan penginjilan secara verbal), namun dalam seluruh keberadaan diri kita. Calvin menyatakan bahwa dalam Injil itulah kita melihat penyajian Kristus yang benar. Pentakosta adalah hari yang mencatat peristiwa pencurahan Roh Kudus, hari yang mengkonfirmasi jati diri gereja Tuhan, sebagai komunitas yang merangsek ke dalam dunia ini dengan berita Injil dan pada saat yang bersamaan hal itu berarti penyajian Kristus yang sejati. Hal itu terlihat dengan jelas dalam peristiwa sehari-hari yang sangat biasa. Khotbah Petrus pada bagian ini langsung disambung dengan kondisi jemaat, kehidupan sehari-hari mereka. Dan satu hal yang mencengangkan adalah bagaimana Lukas mencatat cara hidup jemaat, dimana mereka bersehati bertekun pada ajaran yang sehat, dan juga dalam praktek hidup yang sehat. Inilah penyertaan Allah Roh Kudus, merombak kehidupan orang untuk hidup seturut dengan apa yang dikehendaki oleh Allah sebagai komunitas umat Tuhan. Semestinya hal itu akan menggelisahkan diri kita, membuat kita berani menantang diri kita untuk melihat kedalam, merenungkan jati diri kita sebagai gereja Tuhan, yang dalam setiap segi hidupnya menjadi message (pesan) Injil, mempresentasikan Kristus, sehingga membuat gemetar dan heran orang-orang yang belum kenal Tuhan. Apakah hal tersebut ada dalam hidup kita, apakah hidup kita sudah menjadi deklarasi, menjadi pesan Injil (dalam kata-kata ataupun segala aspek hidup yang lain) yang mempresentasikan Kristus, sang Benar, sang Suci, sang Penebus, ataukah hidup kita benar-benar serupa dengan orang yang tidak kenal Kristus, dengan dibedakan hanya pada berbagai aktifitas khas agama, yaitu pergi ke gedung gereja setiap hari Minggu dan persekutuan pada hari-hari tertentu saja???

Itulah Pentakosta, ada sebuah perombakan pola pikir, perombakan doktrin, ada penyajian Kristus yang asli, perubahan hidup; itulah yang menyenagkan Tuhan, itulah kedatangan Allah Roh Kudus, menginsyafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16:8). Yang menjadi fokus bukan pada tindakan spektakuler, melainkan kuasa dinamis dari Allah yang menggerakkan kita untuk membawa berita (message) kemaha rajaan Kristus, sehingga orang pun disentak terhadap berita klasik mengenai kematian dan kebangkitan Yesus. Dan hal tersebut dikonfirmasi dengan tindakan Allah yang terus menambahkan jumlah orang yang bertobat dihadapan-Nya. Fokus dari kedatangan Allah Roh Kudus membawa orang untuk melihat kemuliaan Allah, mengabdi pada-Nya, dan hal tersebut dikonformasi sendiri oleh Tuhan, dengan cara konfirmasi yang berbeda-beda. Dalam Petrus, Tuhan menambahkan jumlah orang, namun kita melihat bahwa dalam khotbah Stefanus yang begitu berfokus kepada Kristus, konfirmasi Tuhan diberikan melalui reaksi negatif orang-orang yang mendengarkan khotbahnya. Allah mengkonfirmasi berita Injil Stefanus melalui setiap batu yang merajam tubuhnya, menghancurkan badannya serta melalui setiap tetesan darah yang mengalir keluar dari tubuhnya. Dan diapun mendapatkan anugerah yang begitu besar, suatu kerinduan orang saleh yang dipuaskan, yaitu melihat sendiri Tuhan Yesus. Bagaimana dengan diri kita??? Adakah kehadiran diri kita benar-benar membawa pesan, membawa berita Injil Tuhan, berita bahwa Yesuslah sang Raja yang telah datang dan akan datang kembali, menyatakan Kerajaan Allah dalam segala kepenuhan-Nya??? Tidak peduli apapun konfirmasi yang diberikan Tuhan, entah itu banyak orang bertobat, entah kita mendapatkan cibiran, atau bahkan bila kita harus menitikkan air mata dan darah, kerinduan kita hanya satu, yaitu melihat Dia disenangkan hingga selama-lamanya. Amin!!!


GOD be praised!!!

No comments:

Post a Comment